Jan 21, 2012

KARAKTERISTIK BENCANA DI INDONESIA DAN IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN WAWASAN KEBENCANAAN DI SEKOLAH


Oleh Muh. Sholeh
Jurusan Geografi FIS Universitas Negeri Semarang
Surel: muh.5eh@gmail.com


Abstrak
Bencana alam dan sosial merupakan peristiwa rutin di Indonesia. Peristiwa tersebut seolah akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ini tentu sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan bagi kita semua. Melalui tayangan televisi maupun bacaan media massa, ada saja peristiwa memilukan terjadi, baik yang disebabkan oleh alam maupun kelalaian manusia. Peristiwa yang disebabkan oleh alam banyak sumbernya, baik aktivitas pergerakan tanah yang menghasilkan tanah longsor dan gempa, aktivitas air yang menghasilkan banjir bandang, maupun aktivitas angin yang menghasilkan badai dasyat. Adapun bencana sosial disebabkan oleh konflik kepentingan baik sifatnya ekonomi, politik, sosial, maupun factor SARA.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Secara keseluruhan karakteristik bencana di Indonesia dipengaruhi oleh posisi geologis, posisi astronomis, dan perilaku manusianya yang menghasilkan berbagai bencana, yaitu banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin badai, gelombang badai/pasang, gempa bumi, letusan gunung api, kegagalan teknologi, dan wabah penyakit. Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu mengenali, memahami, dan bersikap produktif bukan hal mustahil asal pendidikan yang dilaksanakan di sekolah secara rutin mengajarkan kepada siswa untuk mampu menumbuhkan sikap tersebut. Maka dapat kita nyatakan bahwa pendidikan di sekolah punya peran penting dalam menumbuhkan wawasan kebencanaan bagi siswa. Pembelajaran wawasan kebencanaan dapat dilaksanakan di tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Tanpa bermaksud menakut-nakuti, dapat menyertakan materi-materi kebencanaan yang potensial terjadi di sekitar siswa. Guru secara berkala dapat melaksanakan simulasi bencana dengan tujuan melatih kebiasaan siswa jika bencana betul terjadi.

Kata Kunci: Karakteristik bencana di Indonesia, Pembelajaran wawasan kebencanaan

Pendahuluan
Bencana alam dan sosial menjadi peristiwa rutin di Indonesia, dan seolah akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, kerusuhan massa, korupsi massal, dan gunung meletus adalah contoh bencana yang rajin menyambangi masyarakat Indonesia. Ini tentu sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan kita semua. Melalui tayangan televisi maupun bacaan media massa, banyak peristiwa memilukan terjadi, baik yang disebabkan oleh alam maupun kelalaian manusia. Peristiwa yang disebabkan oleh alam banyak sumbernya, baik aktivitas pergerakan tanah, aktivitas, aktivitas angin, maupun konflik masyarakat yang dipicu oleh kepentingan baik sifatnya ekonomi, politik, sosial, maupun factor SARA. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, oleh faktor alam dan/atau faktor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Semua menyadarkan kepada kita bahwa bencana hampir mustahil kita hindari selama kita hidup di muka bumi. Korban harta benda dan nyawa sudah tidak terhitung. Gedung-gedung hancur jembatan runtuh, rumah sakit dan fasilitas publik lain rusak. Semua itu menegaskan, betapa mengerikan bencana yang terjadi. Sebagai manusia terdidik tentunya kita menginginkan bencana tidak terjadi karena itu mengusik rasa kemanusiaan kita. Namun demikian, jika bencana tetap terjadi kita menginginkan korban jiwa semaksimal mungkin dikurangi.
Untuk itu diperlukan kesiapan dan kesadaran dari seluruh elemen masyarakat. Kita perlu belajar dari Jepang dalam hal menghadapi bencana, terutama gempa dan tsunami. Masyarakat Jepang sangat siap jika sewaktu-waktu terjadi gempa dan tsunami, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir. Mengapa kita perlu belajar dari Jepang? Karena jujur saja, ketika bencana terjadi, kita nampak gagap, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua terjadi karena kita tidak siap mental dan struktural. Selama ini kita menganggap tempat tinggal kita aman, bebas dari bencana, sehingga ketika terjadi bencana, kita shock dan tidak bisa berbuat apa-apa. Secara struktural kita masih mengandalkan peran pemerintah mengatasi bencana, padahal semua tahu, kemampuan pemerintah mempunyai keterbatasan. Akibatnya, setiap bencana terjadi korban harta dan jiwa sangat tinggi, dan masalah baru bermunculan karena ketidaksiapan kita menghadapinya.
Semua itu menyadarkan kepada kita betapa pentingnya pembelajaran wawasan kebencanaan, baik bagi masyarakat umum maupun siswa sekolah. Masyarakat perlu diberi wawasan pentingnya kesiapan menghadapi bencana yang terjadi di sekitar mereka. Masyarakat harus jadi komunitas siaga bencana. Masyarakat perlu diberdayakan melalui pendidikan mitigasi bencana agar mereka tidak tergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah. Masyarakat juga perlu dibiasakan bagaimana bersikap professional dalam mengelola sumber daya yang ada.
Pada level dasar, pembelajaran wawasan kebencanaan sangat layak diberikan kepada siswa sekolah. Sekolah merupakan institusi efektif untuk mengembangkan kurikulum kebencanaan dalam rangka meluaskan informasi kebencanaan melalui pembelajaran intra dan ekstrakurikuler. Melalui pembelajaran di kelas, siswa dilatih untuk mengetahui, paham, dan bersikap produktif menghadapi bencana. Mengapa siswa? Karena secara psikologis, usia sekolah merupakan usia tepat untuk menyerap informasi dan membentuk karakter sehingga ketika dewasa sikap yang ditunjukkan adalah sikap-sikap positif, kreatif, dan produktif dalam menghadapi bencana. Jika saat ini masyarakat masih cenderung gagap pada saat menghadapi bencana, maka kedepan, masyarakat kita adalah masyarakat yang siap menghadapi bencana.

Rumusan Permasalahan
Pengenalan kebencanaan di Indonesia sudah selayaknya mulai dilaksanakan di bangku sekolah karena usia sekolah merupakan usia tepat untuk mengenal, memahami, dan mensikapi terjadinya bencana. Untuk itu rumusan permasalahn dalam artikel ini adalah, bagaimana karakteristik bencana di Indonesia dan bagaimana implementasi pembelajaran wawasan kebencanaan di sekolah?

Karakteristik Bencana di Indonesia
Bencana adalah seluruh peristiwa yang terjadi di permukaan bumi yang menyebabkan terjadinya korban, baik harta benda dan nyawa. Di dalam undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Paparan dari Satkorlak PBA menyebutkan bahwa bencana adalah suatu kejadian yang merusak, sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya suatu kehidupan masyarakat, meskipun dengan mengerahkan segala sumberdaya yang dimiliki tidak mampu mengatasinya. Bencana dapat terjadi jika ada: bahaya atau ancaman, kerentanan, dan pemicu kejadian. Bencana bersifat antroposentris, maksudnya adalah bahwa bencana mempunyai karakteristik tertentu, yaitu a) tolak ukur bencana adalah kemanusiaan (humanity), bukan alam (natural), b) bencana sangat terkait dengan manusia dan komunitasnya dalam menghadapi ancaman bahaya alam, c) jika proses alam tidak mengancam jiwa / kehidupan manusia, maka fenomena alam itu sekedar peristiwa biasa., d) proses alam selalu terjadi, tetapi akar penyebab bencana adalah kerentanan yang diciptakan sendiri oleh manusia atau komunitas, dan e) kejadian alam mungkin berlangsung cepat atau mendadak, tetapi bencana merupakan akibat dari sifat kemanusiaan (pengambilan keputusan, perilaku, nilai-nilai dan kegiatan-kegiatan) yang berlangsung dalam jangka panjang.
Secara geologis wilayah Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Konsekuensinya, secara geologis wilayah Indonesia merupakan supermarket bencana.. Pernyataan tersebut tidak berlebihan jika kita inventarisasi peristiwa bencana alam yang terjadi di Indonesia. Data dari UN-ISDR yang dirilis detikcom pada Rabu, 10 Agustud 2011 memaparkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia. Indonesia memiliki berbagai jenis bencana seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan. Indonesia berada dalam posisi puncak dunia dari ancaman tsunami. Sebanyak 5.402.239 orang bisa kena dampaknya. Paparan tersebut menempatkan posisi Indonesia dalam posisi resiko bencana sebagai berikut:
1.    Untuk bencana tsunami, Indonesia adalah rangking pertama dari 265 negara dengan jumlah 5.402.239 orang yang akan terkena dampaknya.
2.    Untuk bencana tanah longsor, Indonesia rangking pertama dari 162 negara dengan 197.372 orang terkena dampaknya.
3.    Untuk bencana gempa bumi, Indonesia adalah rangking ketiga dari 153 negara dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya.
4.    Untuk bencana banjir, Indonesia rangking keenam dari 162 negara dengan 1.101.507 orang terkena dampaknya.
Secara keseluruhan karakteristik bencana di Indonesia dipengaruhi oleh posisi geologis, posisi astronomis, dan perilaku manusianya yang menghasilkan berbagai bencana. Bakornas menginventarisir karakteristik bencana di Indonesia, yaitu banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin badai, gelombang badai/pasang, gempa bumi, letusan gunung api, kegagalan teknologi, dan wabah penyakit.
1.      Banjir
Banjir merupakan kondisi dimana permukaan air melebihi kondisi normal yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya oleh hujan lebat, pasang air laut, kegagalan bangunan air buatan manusia, maupun disebabkan oleh peristiwa runtuhnya bendungan alam. Banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun umum yang dapat mengganggu dan melumpuhkan aktivitas sosial ekonomi penduduk. Salah satu jenis banjir yang dianggap menakutkan adalah banjir bandang yang mempunyai cirri berlangsung dengan cepat dan mendadak, sehingga banyak menimbulkan korban jiwa karena manusia tidak mempunyai kesempatan menyelamatkan diri.
2.      Tanah longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab tanah longsoran dibedakan menjadi penyebab yang berupa faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan proses pemicu longsoran. Tanah longsor meyebabkan kerugian harta dan benda, terutama pada pemukiman yang dibangun pada daerah berlereng terjal.
3.      Kekeringan
Kekeringan merupakan meristiwa dimana ketersediaan air jauh dibawah kebutuhan untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Kekeringan terjadi secara alamiah maupun karena kesalahan manusia dalam merencanakan pembangunan. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan baik secara langsung maupun tidak. Kekeringan juga dapat berdampak sosial karena dapat meyebabkan konflik antar petani, antar daerah, bahkan antar kelompok masyarakat yang lebih luas.
4.      Kebakaran hutan dan lahan
Kebakaran hutan dan lahan adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayatinya yang menyebabkan kurang berfungsinya hutan atau lahan dalam menunjang kehidupan yang berkelanjutan sebagai akibat penggunaan api yang tidak terkendali maupun factor alam yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ekologis, hilangnya kekayaan alam, penyebab longsor, penurunan kualitas kesehatan masyarakat, turunnya pendapatan masyarakat, dan hilangnya aset Negara.
5.      Angin badai
Angin badai merupakan pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam atau lebih yang terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat dekat dengan khatulistiwa. Penyebab angin badai adalah perbedaan tekanan dalam suatu system cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah system tekanan rendah yang ekstrem. Angin badai disebut juga taifun, siklon dan hurricane. Angin badai merusak apapun yang ditemui, baik bangunan, tanaman, tiang listrik, kapal-kapal di laut, dan menyebabkan korban jiwa yang tidak sedikit.
6.      Gelombang pasang
Gelombang pasang adalah gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik menarik antara bumi dengan planet-planet lain, terutama dengan bulan dan matahari. Gelombang ini mempunyai periode sekitar 12,4 jam dengan 24 jam. Gelobang pasang juga disebabkan oleh gempa di dasar laut dan badai yang sifatnya mendadak. Gelombang pasang dapat diperkirakan karena periodenya relative rutin, tetapi gelombang pasang yang berupa tsunami bisanya terjadi dengan tiba-tiba. Gelombang pasang merusak bangunan di sepanjang pesisir, fasilitas umum, dan secara pasti mengikis areal pertambakan dan persawahan. Pada kota-kota tertentu, dampak gelombang pasang diperparah dengan penurunan permukaan tanah yang menyebabkan suatu kota mengalami banjir permanen.
7.      Gempa bumi
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, aktivitas gunung api, dan runtuhan batuan. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Dari semua penyebab gempa bumi, pergeseran antar lempeng menghasilkan gempa yang relative keras. Gempa bumi dapat merusak bangunan pemukiman, jembatan, gedung-gedung dan menyebabkan korban jiwa.
8.      Letusan gunung api
Gunungapi adalah bentuk timbunan kerucut di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah latusan, atau tempat munculnya batu lelehan (magma) yang berasal dari dalam bumi. Letusan gunungapi disebabkan oleh pencairan magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan arus konveksi panas, proses tektonik dari pergerakan dan pembentukan lempeng/kulit bumi, dan akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida magma menimbulkan pelepasan energi. Bahaya primer dari peristiwa letusan gunung api adalah awan panas, lontaran material pijar, hujan abu, lava, gas beracun, tsunami. Bila suatu gunung meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di sekitar puncak dan lereng. Pada saat musim hujan tiba, maka tumpukan material tersebut akan terbawa air dalam volume besar yang disebut lahar dingin, dan tidak kalah bahayanya dengan bahaya primer.

Implementasi Pendidikan Kebencanaan di Sekolah
Berdasarkan laporan yang disusun Bakornas disebutkan bahwa salah satu penyebab timbulnya bencana di Indonesia adalah kurangnya pemahaman terhadap karakteristik ancaman bencana. Seringkali seolah-olah bencana terjadi secara tiba-tiba sehingga masyarakat kurang siap menghadapinya, akibatnya timbul banyak kerugian bahkan korban jiwa. Padahal sebagian besar bencana dapat diprediksi waktu kejadiannya dengan tingkat ketepatan peramalan sangat tergantung dari kesediaan dan kesiapan alat serta sumber daya manusia.
Pendidikan kebencanaan hakekatnya adalah pendidikan yang dilaksanakan secara sederhana agar masyarakat mengenal, memahami, dan bersikap produktif saat terjadi bencana. Melalui pendidikan bencana, masyarakat dituntun agar lebih mengenal lingkungan tempat tinggal sehari-hari, termasuk potensi terjadinya bencana. Bencana-bencana apa saja yang kemungkinan dapat terjadi di sekitar mereka, dan masyarakat harus diberi pengertian bahwa bencana alam yang biasanya terjadi pada wilayah jauh juga mungkin terjadi di tempat tinggalnya, contohnya, banjir bandang bukan hanya terjadi di daerah rendah, tetapi juga terjadi di daerah tinggi.
Melalui pendidikan kebencanaan, masyarakat juga diberi kesempatan untuk memahami, bahwa ukuran bencana bukan peristiwanya, tetapi dampak yang diderita oleh masyarakat. Masyarakat juga diberi pemahaman faktor-faktor penyebab bencana, termasuk aktivitas masyarakat yang mendorong terjadinya bencana. Masyarakat diberdayakan agar secara mandiri mampu mengantisipasi bencana, dan secara mandiri menyusun prosedur sederhana jika terjadi bencana, disesuaikan dengan latar belakang lingkungannya. Masyarakat pesisir menyusun prosedur penanganan bencana sesuai dengan karakter kondisi pesisir, sementara masyarakat gunung juga mampu menyusun prosedur penanganan bencana sesuai dengan situasi pegunungan.
Pendidikan kebencanaan juga mendorong masyarakat bersikap produktif saat terjadi bencana. Bersikap produktif artinya, masyarakat secara profesional mengelola sumber daya yang dimiliki dan berbagai macam bantuan yang datang. Masyarakat diberdayakan dalam mengelola bantuan agar tidak menumpuk di satu tempat. Masyarakat dapat menentukan prioritas kemana bantuan didistribusikan ke tempat-tempat strategis. Tujuannya, agar bantuan tidak salah sasaran.
Ketiga hal tersebut merupakan harapan yang sifatnya ideal. Ideal dalam artian kita membayangkan masyarakat dengan segala kepanikan yang menimpa masih mampu berfikir jernih sehingga dapat mensikapi kondisi darurat dengan langkah sistematis. Situasi itu sangat berat terwujud jika kita bandingkan dengan kondisi nyata masyarakat. Sejujurnya kita harus mengakui pada saat bencana, sikap dominan masyarakat adalah pasrah, putus asa, dan sensitif. Masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan justru sering bertindak kotra produktif, sehingga pengendalian penanganan bencana akhirnya harus dipegang pihak luar, baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat.
Namun demikian, untuk mewujudkan masyarakat yang mampu mengenali, memahami, dan bersikap produktif terhadap bencana yang terjadi bukan hal mustahil. Syaratnya adalah adanya adanya proses pembelajaran yang rutin dilaksanakan di sekolah, dan sejak dini diperkenalkan pada anak-anak. Maka dapat kita nyatakan bahwa pendidikan di sekolah punya peran penting dalam menumbuhkan wawasan kebencanaan bagi siswa.
Tanpa bermaksud menakut-nakuti, pembelajaran di kelas dapat disertai materi-materi kebencanaan yang potensial terjadi di sekitar siswa, contoh, guru dapat mengenalkan kepada siswa tentang bencana tanah longsor dan banjir bandang pada siswa yang lokasi geografisnya ada di dataran tinggi. Guru juga dapat mengajarkan kepada siswa tentang bencana letusan gunung api pada siswa yang ada di daerah gunung aktif, termasuk bagaimana siswa harus bersikap jika bencana betul-betul terjadi. Guru secara berkala dapat melaksanakan simulasi bencana dengan tujuan melatih kebiasaan siswa jika bencana betul terjadi.
Melalui intrakurikuler, pembelajaran wawasan kebencanaan dapat dilaksanakan di tingkat SD/MI, MTs, SMA/MA, terutama pada mata pelajaran IPS dan Geografi. Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 menegaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.
Di tingkat SD/MI, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: a) mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya, b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Di tingkat SMP, tujuan mata pelajaran IPS adalah a) mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya, b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS di tingkat SD/MI meliputi beberapa aspek, yaitu a) manusia, tempat, dan lingkungan, b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial dan budaya, d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Di tingkat SMP/MTs, ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek: a) manusia, tempat, dan lingkungan, b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial dan budaya, d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Pembelajaran wawasan kebencanaan pada siswa SD/MI berbeda dengan siswa SMP/MTs, hal tersebut disebabkan usia kedua tingkat tersebut berbeda. Siswa SD/MI mempunyai kecenderungan bermain, sehingga pembelajaran wawasan kebencanaan harus didominasi dengan kegiatan bermain, atau menggunakan media yang menarik bagi siswa. Salah satu media yang dapat dimanfaatkan guru untuk mendorong pemahaman siswa terhadap bencana adalah menggunakan komik. Komik yang dimaksud adalah gambar-gambar lucu yang di dalamnya memuat ilustrasi bencana yang dapat terjadi di Indonesia. Komik juga memuat informasi langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan siswa jika menghadapi bencana. Dengan gambar-gambar lucu tersebut, informasi dan pengetahuan akan terbangun secara mandiri, dan diharapkan siswa SD/MI lebih memahami bencana.
Pada siswa SMP/MTs, dominasi bermain siswa relatif berkurang, maka guru dapat melaksanakan pembelajaran yang mampu menjembatani dunia bermain siswa dengan mendorong siswa berpikir lebih tajam dalam menghadapi bencana, maka pembelajaran yang dapat dilaksanakan adalah melalui pembelajaran kooperatif. Secara umum pembelajaran kooperatif bertujuan mendorong terwujudnya komunikasi yang aktif diantara peserta didik di semua tingkatan. Pada pembelajaran ini peserta didik diberi ruang untuk berkomunikasi dengan teman dalam satu kelas atau rombel melalui kelompok masing-masing. Guru juga dapat melaksanakan pembelajaran di luar kelas dengan mengajak siswa mengunjungi lokasi-lokasi yang ada hubungannya dengan masalah bencana. Lokasi yang dikunjungi tidak harus jauh, cukup di sekitar sekolah, yang penting adalah adanya arus informasi yang masuk ke pengetahuan siswa sehingga siswa memahami makna bencana.
Simulasi bencana juga dapat dilaksanakan di SD/MI dan SMP/MTs. Untuk keperluan tersebut guru kelas atau guru mata pelajaran harus menjalin kerjasama dengan guru lain dan pihak sekolah. Guru perlu mempersiapkan simulasi dengan baik, baik tema, peralatan, dan prosedur yang harus ditempuh siswa ketika menghadapi bencana. Melalui simulasi tersebut, seolah-olah siswa berhadapan dengan bencana sesungguhnya, dan siswa diajari bagaimana mereka harus bertindak, bersikap, dan bagaimana agar mereka tetap aman dalam situasi bencana. Setelah selesai simulasi, guru dapat menjelaskan mengapa siswa harus melaksanakan simulasi.
Implementasi pembelajaran wawasan kebencanaan juga dapat dilaksanakan pada mata pelajaran Geografi di tingkat SMA/MA. Berdasarkan Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 disebutkan bahwa Geografi merupakan ilmu untuk menunjang kehidupan sepanjang hayat dan mendorong  peningkatan kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman  mempengaruhi persepsi manusia  tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri. 
Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: a) memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan, b) menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi, c) menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
Ruang lingkup mata pelajaran Geografi meliputi aspek-aspek: a) konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi, b) konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur geosfer mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer serta pola persebaran spasialnya, c) jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya Alam (SDA) dan pemanfaatannya, d) karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya, d) kajian wilayah  negara-negara maju dan sedang berkembang, d) konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi, d) pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh.
Implementasi pembelajaran wawasan kebencanaan pada mata pelajaran ini dapat dilaksanakan oleh guru melalui beberapa skenario. Skenario pertama, guru geografi mengambil salah satu kompetensi dasar yang mengandung materi kebencanaan. Contoh KD yang mengandung materi kebencanaan adalah: a) menganalisis dinamika dan kecenderungan perubahan litosfer dan pedosfer serta dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi, b) menganalisis atmosfer dan dampaknya  terhadap kehidupan di muka bumi, c) menganalisis hidrosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di muka bumi.
Melalui KD tersebut, guru dapat memberi penugasan kepada siswa menginventarisir potensi bencana di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terahir melalui bermacam-macam sumber pustaka. Siswa juga diwajibkan mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya bencana di Indonesia. Melalui penugasan tersebut, guru mendorong siswa mendeskripsikan potensi bencana di Indonesia dan upaya yang dapat dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana yang dihadapi. Penugasan dapat bersifat individu atau kelompok. Langkah berikutnya dalam kegiatan penugasan adalah presentasi kelompok atau individu di depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari siswa lain.
Siswa juga dapat diajak mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan bencana. Kunjungan dapat dilaksanakan di lokasi potensi bencana, maupun mengunjungi tokoh saksi terjadinya bencana yang sudah terjadi. Kegiatan kunjungan dapat dilaksanakan di luar jam sekolah, misalnya sore atau hari libur dengan tetap sepengetahuan sekolah. Kegiatan dapat dilaksanakan secara berkelompok maupun dalam satu kelas.
Kegiatan pembelajaran wawasan kebencanaan berikutnya yang dapat dilaksanakan adalah bersama-sama menyusun langkah-langkah mitigasi bencana. Siswa secara berkelompok menyusun mitigasi bencana sesuai dengan pembagian yang telah dilakukan, misalnya ada kelompok yang menyusun mitigasi gempa, banjir, kebakaran, tanah longsor, dan bencana lain. Setelah siswa berhasil menyusun, maka langkah berikutnya adalah mensimulasikan rencana yang telah disusun. Tujuannya adala agar siswa lebih menghayati makna kejadian bencana yang terjadi, dan diharapkan pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap bencana lebih terbuka.
Hambatan implementasi pembelajaran wawasan kebencanaan di sekolah adalah hambatan waktu. Guru mata pelajaran IPS tentu harus cerdas mengelola pembagian waktu pembelajaran. Dalam 1 minggu, jatah waktu yang tersedia untuk pembelajaran IPS ditingkat SMP/MTs sebanyak 5 jam pelajaran yang mengakomodasi materi Geografi, Ekonomi, Sejarah, dan Sosiologi. Kondisi tersebut tentu menyulitkan bagi guru untuk mendistribusikan materi pelajaran. Jika ditambah dengan pembelajaran wawasan kebencanaan, tentu guru membuthkan strategi khusus pengaturan waktu.
Hambatan lain yang tidak kalah besar adalah, tuntutan ujian ahir tahun dan Ujian Nasional yang memaksa guru memprioritaskan tuntutan kurikulum. Guru lebih memilih aman dengan cara menghabiskan materi yang diperkirakan dijadikan soal-soal Ujian Nasional. Kondisi ini memaksa guru menerapkan strategi yang tepat untuk mengelola materi tuntutan kurikulum dengan pembelajaran wawasan kebencanaan. Pembelajaran wawasan kebencanaan merupakan implementasi idealisme guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
Melalui kegiatan ekstrakurikuler, sekolah dapat mengaktifkan dan menggiatkan kegiatan ekstrakurikuler, misalnya Pramuka, PMR, Paskibra, Pertahanan Sekolah, Pecinta alam, dan kegiatan ekstra lain yang terbukti ampuh memberikan keterampilan kepada siswa. Sekolah perlu mewajibkan siswa mengikuti salah satu kegiatan esktrakurikuler. Agar kegiatan tidak membosankan, maka pihak sekolah perlu melibatkan pihak lain agar kemasan kegiatan ekstrakurikuler tersebut lebih menarik dan menyenangkan.
Melalui kegiatan ekstrakurikuler, pembelajaran wawasan kebencanaan juga dapat dilaksanakan melalui kegiatan berkala berupa simulasi bencana yang dilaksanakan oleh sekolah bekerjasama dengan Badan Penganggulangan Bencana Daerah setempat. Penyertaan lembaga tersebut penting karena secara procedural, kegiatan mitigasi bencana dan sejenisnya membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik, dan badan penanggulangan bencana adalah salah satu institusi yang layak diajak kerja sama. Pihak BNPBD juga dapat melaksanakan sosialisasi bencana ke sekola-sekolah, baik atas undangan sekolah maupun inisiatif institusi melalui kegiatan terjadwal.

Penutup
Indonesia merupakan supermarket bencana yang terdiri dari banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin badai, gelombang badai/pasang, gempa bumi, letusan gunung api, kegagalan teknologi, dan wabah penyakit. Masih banyak jenis bencana yang dihasilkan oleh manusia. Banyaknya jenis bencana tersebut menuntut masyarakat bersikap tanggap dan mandiri dalam menghadapinya, sehingga sikap dan keterampilan masyarakat perlu mendapat penguatan agar berdaya dalam menghadapi bencana.
Pembelajaran wawasan kebencanaan perlu dilaksanakan pada institusi pendidikan dari SD/MI, SMP.MTs, dan SMA/MA. Pertimbangan mendasarnya adalah, bahwa usia sekolah merupakan usia efektif untuk menyerap pengetahuan dan keterampilan, termasuk dalam menghadapi bencana. Guru dituntut kreatif dalam pelaksanaan pembelajaran wawasan kebencanaan di kelas. Kreatifitas tersebut perlu karena hambatan dan tantangan telah menanti, yaitu keterbatasan waktu dan tuntutan kurikulum. Hambatan lebih besar lagi karena Ujian Nasional merupakan prioritas utama yang harus dijawab guru dalam pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran wawasan kebencanaan merupakan pembelajaran penuh idealisme. Melalui kreativitas guru, maka pembelajaran akan menghasilkan siswa yang paham, dan mampu bersikap produktif menghadapi bencana.

Daftar Pustaka
Karakteristik Bencana di Indonesia. Bakornas
Detik.com “Indonesia Rangking Pertama Dunia dari Ancaman Tsunami & Longsor “ Rabu, 10 Agustus 2011
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
Satkorlak PBA Edisi tahun 2006
Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Warta PSBA Nomor 1 Tahun XIV Oktober 2009

1 komentar:

Unknown said...

thumbs up gan barangkali mau mampir
Semua tentang GIS and Mapping

Post a Comment

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design