Jan 29, 2012

Karakteristik dan Penanggulangan Bencana Banjir

Pengertian
Ada dua pengertian mengenai banjir
  1. Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.
  2. Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air di muara akibat badai.
Untuk Negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikatagorikan dalam empat katagori:
  1. Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengalitan air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.
  2. Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
  3. Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bending, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
  4. Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekana  air , maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus banjir bandang jenis ini terjadi pada banjir di Bohorok, Kabupaten Langkat Sumut.

Penyebab
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistem pengairan air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dank anal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/ daya tamping sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air ujan (Catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/ pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melalpui kapasitas pengaliran dan menjadi sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu, berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampui dan mengakibatkan banjir.

Mekanisme Perusakan
Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent) maskipun tidak terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan, dan harta benda. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat, sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusak pondasi bangunan, jembatan, dan objek lain yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan-bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit.
Banjir bandang (flash flood) biasanya terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam. Aliran banjir yang tinggi dan sangat cepat dapat mencapai ketinggian lebih dari 12 meter (banjir Bahorok, 2003) limpasannya dapat membawa batu besar/ bongkahan dan pepohonan serta merusak/ menghanyutkan apa saja yang dilewati namun cepat surut kembali. Banjir semacam ini dapat menyebabkan jatuhnya korban manusia (karena tidak sempat mengungsi) maupun kerugian harta benda yang besar dalam waktu yang singkat.

Kajian Bahaya
Diperlukan kajian atas kejadian banjir yang telah terjadi sebagai data historis dan empiris yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya antisipasi banjir suatu daerah. Kajian tersebut diantaranya mencakup:
  1. Rekaman atau catatan kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal akan datangnya banjir dimasa yang akan dating atau dikenal dengan banjir periodic (tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, limapuluh tahunan atau seratus).
  2. Pemetaan topografi yang menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah aliran/sungai yang dilengkapi dengan estimasi kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan hujan (catchment area) serta plotting berbagai luas genangan yang pernah terjadi.
  3. Data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan beban atau terlampuinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem sungai maupun sistem drainase.

Gejala dan Peringatan
Datangnya banjir diawali dengan gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama merupakan peringatan akan datangnya bencana banjir di daerah rawan bencana banjir.
  2. Tingginya pasang laut yang disertai badai mengindikasikan akan datangnya bencana banjir beberapa jam kemudian terutama untuk daerah yang dipengaruhi pasang surut.
  3. Evakuasi dapat dimulai dengan telah disamai atau dilampuinya ketinggian muka banjir tertentu yang disebut muka banjir/air “siaga”. Upaya evakuasi akan efektif jika dilengkapi dengan sistem monitoring dan peringatan yang memadai.
Sistem peringatan dini dengan menggunakan sistem telemetri pada umumnya kurang berhasil, karena keterbatasan dana untuk pemeliharaan atau dan tidak mencukupinya jumlah tenaga dan kemampuannya. Namun peringatan dini dapat dilaksanakan dengan cara yang sederhana yaitu dengan pembacaan papan duga muka air secara manusl yang harus dilaksanakan pada segala kondisi cuaca (termasuk di tengah hujan lebat), dan mengkomunikasinkan perkembangan pembacaan peningkatan muka air melalui radio atau alat komunikasi yang ada. Kelemahan dari sistem peringatan dini yang ada sekarang ini adalah pada penyebaran luasan berita peringatan dini kepada masyarakat yang dapat terkena banjir pada tingkat desa. Biasanya staf dari instansi yang bertanggungjawab menerima berita dengan tepat waktu, namun masyarakat yang terkena dampak menerima peringatan  hanya pada saat-sat terahir. Penyiapan dan distribusi peta rawan banjir akan membuat masyarakat menyadari bahwa mereka hidup di daerah rawan banjir. Ramalan banjir dan rencana evakuasi hendaknya dikomunikasikan kepada masyarakat yang beresiko terkena banjir sebagai upaya kewaspadaan/siaga, namun informasi yang actual hendaknya disebarkan secara cepat melalui stasiun-stasiun radio setempat, telpon dan SMS.

Parameter
Parameter atau tolok ukur ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan:
1.    Luas genangan (km², hektar)
2.    Kedalaman atau ketinggian air banjir (meter)
3.    Kecepatan aliran (meter/detik, km/jam)
4.    Material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, bongkahan, pohon, dan benda keras lainnya)
5.    Tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, centimeter)
6.    Lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan).

Komponen yang Terancam
Bencana banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum yang dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraian rinci tentang korban manusia dan kerusakan pada harta benda dan prasarana umum diuraikan sebagai berikut:
  1. Manusia, meliputi a) jumlah penduduk yang meninggal dunia, b) jumlah penduduk yang hilang, c) jumlah penduduk yang luka-luka, d) jumlah penduduk yang mengungsi
  2. Prasarana umum, meliputi a) rasarana transportasi yang tergenang, rusak dan hanyut diantaranya: jalan, jembatan dan bangunan lainnya: jalan KA, stasiun KA, terminal bus, jalan akses dan kompleks pelabuhan, b) fasilitas sosial yang tergenang, rusak dan hanyut diantaranta: sekolah, rumah ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, RS, Kantor Pos, dan fasilitas sosial lainnya, c) fasilitas pemerintahan, industry-jasa, dan fasilitas strategis lainnya: kantor instansi pemerintah, kompleks industry, kompleks perdagangan, instalasi listrik, pembangkit listrik, jaringan distribusi gas, instalasi telekomunikasi yang tergenang, rusak dan hanyut, serta dampaknya, misalnya berapa lama fasilitas-faslitas terganggu sehingga tidak dapat memberikan layanannya, d) prasarana pertanian dan perikanan: sawah beririgasi dan swah tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan atau kehilangan produksi), tambak perkebunan, lading, gudang pangan dan peralatan pertanian dan perikanan yang tergenang (tergenang labih dari 3 hari dikatagorikan rusak), dan rusak (terjadi penurunan atau kehilangan produksi) karena banjir, e) prasarana pengairan: bendungan, tanggul, jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air, stasiun pompa, dan sebaginya.
  3. Harta Benda perorangan, meliputi a) rumah tinggal yang tergenang, usak dan hanyut, b) harta benda (aset) diantaranya modal-barang produksi dan perdagangan, mobil, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang tergenang, rusak dan hilang, c) sarana pertanian-peternakan-perikanan: peternakan unggas, peternakan hewan berkaki empat, dan ternak yang mati dan hilang. Perahu, dermaga dan sarana perikanan yang rusak dan hilang.
Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
Upaya mitigasi bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu upaya mitigasi non struktural, struktural serta peningkatan peran serta masyarakat.
1.    Upaya Mitigasi non Struktural
  • Pembentukan kelompok kerja yang beranggotakan dinas-dinas terkait (diketuai dinas pengairan/sumber daya air) di tingkat kabupaten/kota sebagai bagian dari satuan pelaksana (SATLAK) untuk melaksanakan dan menetapkan pembagian peran dan kerja atas upaya-upaya non fisik penanggulangan mitigasi bencana banjir diantara anggota POKJA dan SATLAK diantaranya inspeksi, pengamatan dan penelusuran atas prasarana & sarana pengendalian banjir yang ada dan langkah yang akan diuraikan pada uraian selanjutnya.
  • Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana dan sarana pengendalian banjir dapat berfungsi sebagaimana direncanakan.
  • Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain yang diperlukan untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta daerah yang rawan banjir.
  • Menyiapkan peta daerah banjir dilengkapi dengan plotting rute pengungsian, lokasi pengungsian sementara, lokasi POSKO, dan lokasi pos pengamatan debit banjir/ketinggian muka air banjir di sungai penyebab banjir.
  • Mengecek dan menguji sarana sistim peringatan dini yang ada dan mengambil langkah-langkah untuk memelihara dan membentuknya jika belum tersedia dengan sarana yang paling sederhana sekalipun.
  • Merencanakan dan menyiapkan SOP/ Operasi standar untuk kegiatan/tahap tanggap darurat yang melibatkan semua anggota SATKORLAK, SATLAK dan POSKO diantaranya identifikasi daera rawan banjir, identifikasi rute evakuasi, penyediaan peralatan evakuasi (alat transportasi, perahu, dll), identifikasi dan penyiapan tempat pengungsian sementara seperti peralatan sanitasi mobile, penyediaan air minum, bahan pangan, peralatan dapur umum, obat-obatan dan tenda darurat).
  • Pelaksanaan sistem informasi banjir, dengan diseminasi langsung kepada masyarakat dan penerbitan press release/penjelasan kepada pers dan penyebar luasan informasi tentang banjir melalui media massa cetak maupun elektronik yaitu TV dan radio.
  • Melaksanakan pelatihan evakuasi untuk mengecek kesiapan masyarakat, SATLAK dan peralatan evakuasi, dan kesiapan tempat pengungsian sementara beserta perlengkapannya.
  • Mengadakan rapat koordinasi ditingkat BNPB, SATKORLAK, SATLAK, dan POKJA Antar Dinas/instansi untuk menentukan menentukan beberapa tingkat dari resiko bencana banjir berikut konsekuensinya dan pembagian peran diantara instansi yang terkait, serta pengenalan/diseminasi kepada seluruh anggota SATKORLAK, SATLAK, dan POSKO atas SOP dalam kondisi darurat dan untuk menyepakati format dan prosedur arus informasi/ laporan.
  • Membentuk  jaringan lintas instansi/sector dan LSM yang bergerak dibidang kepedulian terhadap bencana serta dengan media massa baik cetak maupun elektronik untuk mengadakan kampanye peduli bencana kepada masyarakat termasuk informasi tentang bencana banjir.
  • Melaksanakan pendidikan masyarakat atas pemetaan ancaman banjir dan resiko yang terkait serta penggunaan material bangunan yang tahan air/banjir.
2.    Upaya mitigasi Struktural
  • Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir pada tingkat debit banjir yang direncanakan.
  • Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air dan debit aliran air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan reboisasi dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.
  • Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.
3.    Peran Serta Masyarakat
Masyarakat baik sebagai individu maupun masyarakat secara keseluruhan dapat berperan secara signifikan dalam manajemen bencana banjir yang bertujuan untuk mitigasi dampak dari bencana banjir. Peranan dan tanggungjawab masyarakat dapat dikatagorikan dalam dua aspek yaitu aspek penyebab dan aspek partisipatif.
  • Aspek penyebab, jika beberapa peraturan yang sangat berpengaruh atas factor-faktor penyebab banjir dilaksanakan atau dipatuhi akan secara signifikan akan mengurangi besaran dampak bencana banjir. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) tidak membuang sampah/ limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase, 2) tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran sungai, 3) tidak tinggal dalam bantaran sungai, 4) tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk permukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukannya, 5) menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air, 6) menghentikan praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi air dan tanah, dan 7) ikut mengendalikan laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk.
  • Aspek partisipatif, dalam hal ini partisipasi atau kontribusi dari masyarakat dapat mengurangi dampak bencana banjir yang akan diderita oleh masyarakat sendiri, partisipasi yang diharapkan mencakup: 1) ikut serta dan aktif dalam latihan-latihan (gladi) upaya mitigasi bencana banjir misalnya kampanye peduli banjir, latihan  kesiapan penanggulangan banjir dan evakuasi, latihan peringatan dini banjir dan sebagainya, 2) ikut serta dan aktif dalam program desain & pembangunan rumah tahan banjir antara lain rumah tingkat, penggunaan material yang tahan air dengan gerusan air, 3) ikut serta dalam pendidikan public yang terkait dengan upaya mitigasi bencana banjir, 4) ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi public yang terkait dengan pembangunan prasarana pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir, 5) melaksanakan pola dan waktu tanam yang mengadaptasi pola dan kondisi banjir setempat untuk mengurangi kerugian usaha dan pertanian dari banjir, 6) mengadakan gotongroyong pembersihan saluran drainase yang ada di lingkungannya masing-masing.

Jan 24, 2012

PERENCANAAN LABORATORIUM TATA BUSANA PADA KELAS UNGGULAN PROGRAM KEAHLIAN TATA BUSANA DI SMK NEGERI 3 MAGELANG

Oleh Widowati

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana perencanaan manajemen laboratorium Tata Busana Program Keahlian Tata Busana SMK Negeri 3 Magelang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang nilai-nilai yang dikembangkan, sasaran dan tujuan, tahap-tahap, dan evaluasi dalam perencanaan laboratorium. Perencanaan pada laboratorium tata busana disusun selaras dengan visi, misi, dan nilai-nilai sekolah. Implementasi nilai-nilai sekolah dalam perencanaan laboratorium merupakan upaya sungguh-sungguh menjunjung tinggi cita-cita sekolah. Sasaran dalam perencanaan laboratorium tata busana dibedakan menjadi sasaran jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Sasaran perencanaan telah disertakan dalam program kerja yang terdiri dari penentuan personil, pendanaan, dan penentuan alokasi waktu. Perencanaan laboratorium berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu perencanaan oleh masing-masing guru, pembentukan tim kecil penyusun draft program kerja, dan pembahasan pada forum rapat guru. Evaluasi dalam perencanaan laboratorium tata busana dilaksanakan pada saat rapat guru dan saat informal. Semangat dan prinsip yang dikembangkan adalah serius, terbuka, kekeluargaan, dan saling menghargai.
Kata Kunci: Perencanaan Laboratorium, Tata Busana, Kelas Unggulan

PENDAHULUAN
Lulusan Program Keahlian Tata Busana SMK Negeri 3 Magelang banyak dicari perusahaan karena mampu bekerja dan berkarya dengan baik sesuai standar keterampilan yang telah ditetapkan. Ini menunjukkan program tersebut berhasil memberi bekal keterampilan kepada siswa-siswanya. Keberhasilan tersebut salah satunya didukung oleh keberadaan laboratorium (bengkel) tata busana yang menjadi tempat latihan bagi siswa untuk meningkatkan keterampilan di bidang tata busana.
Kompetensi lulusan menjadi topik hangat dalam wacana pendidikan dewasa ini. Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Selama ini perhatian kita masih terfokus pada input dan proses tanpa memperhatikan kompetensi lulusan, sehingga lulusan dari tiap jenjang pendidikan gagal memenuhi harapan besar pendidikan. Untuk itu kualitas atau kompetensi lulusan perlu mendapat perhatian serius, dan nampaknya pemerintah telah merespon tuntutan tersebut dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006.
Sekolah harus proaktif dalam menyongsong perubahan-perubahan yang berlangsung dengan cepat. Manajemen sekolah yang selama ini tertutup harus didesain ulang agar mudah diakses masyarakat. Manajemen sekolah yang sentralistik harus diubah dengan menciptakan suasana manajemen terbuka sehingga dengan keterbukaan tersebut akan muncul beragam ide dari seluruh kekuatan sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolah.
Tuntutan terhadap lulusan SMK sesuai dengan kurikulum 2004 yang diteruskan dengan kurikulum 2006 adalah lulusan yang yang berstandar nasional, yang memiliki jati diri bangsa dan mampu mengembangkan keunggulan lokal dalam bersaing di pasar global. Berkaitan dengan tuntutan kompetensi, sekolah harus menciptakan situasi kondusif dengan meningkatkan fungsi masing-masing elemen, termasuk di dalamnya fungsi laboratorium. Sebagai elemen vital, laboratorium harus dikelola dengan baik agar peran dan fungsinya betul-betul mendukung proses belajar mengajar dengan memberikan bekal keterampilan optimal kepada siswa.
Seluruh sistem yang ada di dalam laboratorium baik perangkat keras, sumber daya manusia, maupun unsur-unsur lain harus dikelola dengan optimal agar keberadaannya memberi manfaat besar dalam proses belajar mengajar. Pengelolaan tersebut yang kita kenal dengan manajemen laboratorium. Tujuannya jelas, yaitu mengoptimalkan fungsi laboratorium.
Perwujudan yang dapat dilihat dari pengelolaan laboratorium yang baik adalah, pemanfaatan alat dan mesin dalam proses pembelajaran, rasio penggunaan alat dan mesin sesuai dengan kebutuhan ideal, penataan alat-alat memperhatikan aspek kenyamanan dan keselataman, pengaturan jadwal belajar tidak mengalami benturan, munculnya tanggungjawab siswa dalam menjaga dan merawat alat-alat yang digunakan, adanya tanggungjawab yang jelas dari pengelola laboratorium, adanya aturan yang tegas dalam laboratorium, dan adanya komunikasi yang baik antara pengelola laboratorium, guru, dan siswa.

METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang nilai-nilai yang dikembangkan, sasaran dan tujuan, tahap-tahap, dan evaluasi dalam perencanaan laboratorium Program Keahlian Tata Busana SMK Negeri 3 Magelang.
Data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi 2, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari lapangan baik melalui pengamatan dan wawancara. Data skunder bersumber pada dokumen yang berupa visi dan misi sekolah, program kerja sekolah, jadwal mata pelajaran, pembagian tugas di laboratorium, gambar/desain pekerjaan siswa di laboratorium, notulen hasil rapat, dan dokumen lain yang relevan dengan tujuan penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah, kepala sekolah, ketua program keahlian, guru, pengelola laboratorium, petugas laboratorium, dan siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Nilai-nilai dalam perencanaan laboratorium
Perencanakan manajemen laboratorium tata busana dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang menjiwai SMK Negeri 3 Magelang, yaitu komitmen, kebersamaan, kreatif dan inovatif, kepedulian, keterbukaan, saling percaya, saling menghargai, dan pelayanan prima. Dalam perencanaan manajemen laboratorium bengkel tata busana SMK Negeri 3 Magelang, ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan, yaitu demokratis, transparan, dan efisiensi.
Implementasi dari nilai-nilai sekolah dalam perencanaan manajemen adalah dengan cara menjadikan nilai-nilai sekolah sebagai penduan agar setiap perencanaan yang disusun tidak melenceng dari nilai-nilai sekolah yang terdiri dari komitmen, kebersamaan, kreatif, dan inovatif, kepedulian, keterbukaan, saling percaya, saling menghargai, dan pelayanan prima.
Berdasarkan paparan tersebut menunjukkan perencanaan manajemen laboratorium tata busana berjalan cukup baik. Buktinya adalah proses pembelajaran di laboratorium berjalan dengan baik, mesin dan peralatan tertata dan terjaga dengan baik, pengaturan kelompok berlangsung tertib, piket guru sudah teratur, dan kerjasama dengan mitra berjalan lancar.
Perencanaan dalam fungsi manajemen membutuhkan kesadaran akan pentingnya nilai-nilai yang menjadi dasar perencanaan. Sekilas, perencanaan tidak membutuhkan sentuhan nilai, tetapi dalam kenyataannya nilai-nilai menjadi faktor penting karena menyangkut partisipasi pihak lain. Nilai-nilai dalam perencanaan merupakan bukti kesadaran penghargaan terhadap keberadaan orang lain dan diri sendiri. Nilai-nilai tersebut biasanya disandingkan dengan proses interaksi, sehingga disebut nilai-nilai sosial.
Perencanaan menempati fungsi pertama dan utama diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Para pakar manajemen menyatakan bahwa apabila perencanaan telah selesai dan dilakukan dengan benar, sebagian pekerjaan besar telah selesai dilaksanakan. Ini menunjukkan keberadaan perencanaan dalam manajemen sangat vital.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Udin Syaefudin dan Abin Syamsudin (2005) yang menyatakan bahwa perencanaan sebagai suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensifikasi, revisi, renovasi, subtitusi, kreasi, dan sebagainya). Rangkaian proses kegiatan itu dilaksanakan agar harapan tersebut dapat terwujud menjadi kenyataan di masa yang akan datang.
Perencanaan pada manajemen laboratorium tata busana yang disusun selaras dengan visi, misi, dan nilai-nilai sekolah tersebut merupakan bukti bahwa secara keorganisasian, sekolah tersebut solid. Laboratorium tata busana sebagai bagian dari unsur sekolah tidak berjalan sendiri-sendiri, tapi searah dengan cita-cita sekolah. Implementasi nilai-nilai sekolah dalam perencanaan pada manajemen laboratorium tata busana merupakan upaya sungguh-sungguh menjunjung tinggi cita-cita sekolah, karena dalam perencanaan yang disusun ada unsur kesetiaan, loyalitas, semangat, dan visi yang jauh kedepan demi kemajuan sekolah.
2. Sasaran dan tujuan dalam perencanaan
Fokus utama atau pusat perhatian dalam menyusun perencanaan pada bengkel tata busana, meliputi beberapa hal, yaitu personil, pendanaan, dan penentuan waktu.
a. Penentuan personil
Bengkel tata busana tidak hanya mengandalkan kemampuan satu jenis keterampilan, tapi beberapa keterampilan, seperti menjahit, bordir, garment, dan keterampilan lainnya. Bengkel tata busana dipimpin oleh seorang guru, yang membawahi beberapa penanggungjawab ruang. Ketua bengkel diusulkan karena beberapa pertimbangan, yaitu kompetensi atau kemampuan, berpengalaman, bertanggungjawab, siap memajukan sekolah,dan mempunyai kinerja yang baik.
b. Pendanaan
Bengkel tata busana terdiri dari 5 ruang membutuhkan sejumlah dana untuk operasional. Operasional yang dimaksud adalah pembelian bahan-bahan praktik dan perawatan mesin-mesin. Sumber dana untuk mendukung kegiatan di bengkel tata busana diperoleh dari komite sekolah. Pihak sekolah khususnya bengkel tata busana juga berusaha mendapatkan dana dari pihak lain, seperti mitra sekolah, dan menjual hasil karya siswa kepada masyarakat. Siswa dibekali mata pelajaran kewirausahaan, dan salah satu tugasnya adalah memasarkan hasil karya. Hasil penjualan karya siswa sebagian untuk membeli bahan praktek dan sebagian untuk siswa sendiri.
c. Alokasi Waktu
Proses belajar mengajar di SMK Negeri 3 Magelang, khususnya program keahlian tata disesuaikan dengan kalender akademik dengan menyusun jadwal pembelajaran, termasuk pembelajaran di bengkel tata busana. Bengkel tata busana pada masing-masing ruang masih terbatas melayani sekitar 20 siswa. Solusi yang ditempuh dari keterbatasan kapasitas ruang adalah dengan menyusun jadwal secara teratur agar seluruh siswa dapat terlayani pada masing-masing ruang.
Dalam prakteknya hal-hal yang direncanakan dalam manajemen laboratorium tata busana adalah pengaturan ruang/setting praktek, pembagian jadwal praktek, pembagian waktu, pembiayaan, pengadaan dan perawatan alat praktek, pemasangan/pameran pekerjaan siswa, praktek kerja/Prakerin, dan sosialisasi tata tertib di dalam bengkel.
Soenarya (2000) mendefinisikan perencanaan sebagai bagian integral dari fungsi-fungsi organik lainnya di dalam manajemen. Dalam proses kerjanya perencanaan menerima masukan dari fungsi-fungsi organik manajemen lainnya, misalnya dari fungsi organik pengorganisasian menerima yang berupa tujuan organisasi, dari fungsi organik pengawasan menerima masukan berupa masukan umpan balik berupa laporan hasil pelaksanaan suatu rencana. Sebagai bagian dari manajemen perencanaan merupakan bagian terdepan yang keberadaannya tidak bisa digantikan. Menurut Azhar Arsyad (2002) salah satu manfaat perencanaan adalah membantu organisasi untuk mengembangkan fokus kemudian mengontrol proses.
Fungsi laboratorium sebagai tempat kerja siswa harus selalu dijaga kesiapan dan kondisinya melalui pengelolaan atau manajemen yang baik. Untuk itu laboratorium tata busana membutuhkan perencanaan yang sistematis agar betul-betul siap melayani siswa. Pada tahapan inilah dibutuhkan orang-orang yang bertanggungjawab mengelola agar laboratorium berfungsi dengan baik. Pengelolaan laboratorium tata busana menjadi tanggungjawab ketua laboratorium dibantu guru penanggungjawab ruang dan penanggungjawab Maintenance & Repair (M & R).
Tujuan perencanaan dalam manajemen bengkel tata busana adalah mempersiapkan sebaik mungkin agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, memastikan bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, agar dapat diperkirakan segala kebutuhan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses pembelajaran, memberi gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, sebagai pengendali agar kegiatan yang berlangsung dibengkel berlangsung dengan baik.
Perencanaan harus dilaksanakan dengan sasaran yang jelas dan tegas. Keberhasilan program atau kegiatan ditentukan dalam penyusunan perencanaan, sehingga penentuan sasaran merupakan hal penting yang tidak dilepaskan. Penentuan sasaran disesuaikan dengan cita-cita institusi, sehingga dengan penentuan perencanaan yang fokus, maka tujuan institusi akan terjaga.
Sasaran yang disusun dalam perencanaan manajemen pada begkel tata busana mencerminkan bahwa sasaran dalam perencanaan manajemen bengkel tata busana jelas dan tegas. Buktinya adalah sasaran secara tegas tertulis dalam program kerja.
Tujuan merupakan gambaran riil yang akan dicapai. Untuk itu tujuan yang disusun dalam perencanaan harus jelas meskipun belum operasional. Jika tujuan disusun jelas, maka langkah-langkah yang dikerjakan juga akan jelas, begitu juga sebaliknya. Tujuan perencanaan yang dinyatakan pada paparan hasil penelitian menunjukkan jelasnya tujuan perencanaan manajemen pada bengkel tata busana.
3. Tahap-tahap dalam perencanaan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi laboratorium tata busana, khususnya ruang garment diketahui penataan alat-alat praktek terlihat sangat rapi. Mesin-mesin jahit yang membutuhkan listrik besar tertata rapi dipinggir ruang yang terhubung listrik. Meja untuk mengukur atau meletakkan kain terletak di bagian tengah. Penataan ini memudahkan siswa dalam bekerja.
Menjelang tahun ajaran baru masing-masing penanggungjawab ruang harus mempersiapkan diri dengan menyusun perencanaan agar masing-masing ruang dapat digunakan untuk proses pembelajaran dengan baik. Perencanaan laboratorium tata busana diawali dari perencanaan yang disusun oleh masing-masing guru. Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam menyusun perencanaan, analisis kurikulum, analisis materi pelajaran, dan analisis kondisi lingkungan sekolah.
Analisis kurikulum dilakukan untuk menyelaraskan antara perencanaan yang berlangsung di bengkel tata busana dengan proses pembelajaran. Analisis materi pelajaran juga diperlukan agar proses penyiapan sarana dan prasarana sesuai dengan kateri yang akan diberikan kepada siswa. Adapun analisis kondisi lingkungan dilaksanakan agar perencanaan yang berlangsung sesuai dengan kemampuan sekolah dan kebutuhan masyarakat. Perencanaan membutuhkan tahapan yang jelas dan sistematis, artinya dalam perencanaan terdapat hal-hal yang harus ditempuh. Tahapan tersebut penting karena fungsi perencanaan dalam manajemen sangat penting.
Laboratorium mempunyai alat dan bahan yang fungsinya berbeda. Alat atau peralatan menurut Christian M Mamesah dan Jauhari (1995) adalah semua perkakas yang digunakan dalam pemasangan instalasi perakitan, dan perbaikan. Alat adalah semua yang diperlukan untuk memproses bahan menjadi suatu benda. Sri Jatmiko dan Aam Dayusman (1995) menyatakan bahwa alat adalah semua yang digunakan untuk memproses/ memeriksa/ mengamati/ menguji/ dari suatu objek sehingga mendapatkan hasil yang diinginkan, baik yang berupa produk barang jadi, bacaan angka, indikator, atau suatu kesimpulan tertentu.
Alat yang berada di laboratorium dapat berupa software maupun hardware, hanya saja kebanyakan alat yang tersedia di laboratorium SMK sebagian besar berupa hardware. Dalam konteks laboratorium SMK, alat-alat dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas sesuai dengan fungsinya, yaitu alat pokok/ alat utama, peralatan tangan bukan mesin, alat bantu, alat ukur, alat berat, dan alat tulis menulis. Dapat dinyatakan bahwa alat merupakan sarana yang berfungsi untuk melaksanakan praktik di laboratorium SMK.
M. Fakri (1987) mendefinisikan perencanaan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam perencanaan terdapat tahapan-tahapan penting yang harus dilalui.
Tahapan-tahapan yang dilalui dalam perencanaan manajemen pada laboratorium tata busana merupakan wujud penempatan perencanaan sebagai faktor utama dalam manajemen, yaitu sebagai sumber keputusan, yaitu keputusan untuk melaksanakan kegiatan.
4. Evaluasi dalam perencanaan laboratorium
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan. Keberhasilan kegiatan di laboratorium tata busana diwujudkan oleh banyaknya kreasi hasil pekerjaan siswa. Dalam arti lain, semakin banyak produk siswa yang berkualitas, maka laboratorium tata busana semakin baik. Evaluasi dalam perencanaan lebih diarahkan pada upaya bagaimana program yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Penyesuaian jadwal, perbaikan alat, dan pengadaan bahan praktik merupakan aktivitas yang bertujuan memastikan kegiatan pembelajaran berlangsung baik.
Evaluasi dalam perencanaan laboratorium lebih diarahkan pada upaya bagaimana program yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Evaluasi yang dilakukan terhadap semua kegiatan tidak dilaksanakan secara terjadwal, tapi biasanya dilaksanakan pada saat rapat guru atau saat-saat informal. Biasanya setelah program dilaksanakan maka akan dapat diketahui kekurangan dan kelemahannya. Jika ada kegiatan yang dinilai kurang dalam hal tertentu, maka akan banyak masukan sebagai koreksi, sehingga diharapkan pelaksanaan kegiatan pada periode berikutnya lebih baik.
Rapat guru dilaksanakan tiap bulan. Pada kesempatan inilah guru-guru memberikan penilaian seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan, khususnya di laboratorium tata busana. Rapat tersebut menjadi semacam sharing ide dari peserta rapat, bagaimana kegiatan yang telah dilaksanakan dapat diperbaiki pada pelaksanaan berikutnya. Kritik dari guru-guru ditanggapi dengan baik. Prinsipnya, kritik dari guru-guru tujuannya positif.
Ada kalanya guru-guru mengusulkan kegiatan yang sebelumnya tidak disusun dalam program kerja. Hal tersebut biasa karena dalam penyusunan program kerja mungkin ada yang masih tertinggal. Terhadap usulan tersebut, jika kemungkinan dapat dilaksanakan, maka usulan akan dilaksanakan.
Fungsi kepala sekolah dalam evaluasi perencanaan manajemen laboratorium lebih bersifat normatif, yaitu hanya bersifat pembinaan dan pengawasan. Secara mendalam pengawasan dilaksanakan oleh ketua program yang selalu proaktif dalam memberikan pengawasan kegiatan di laboratorium tata busana.
Evaluasi terhadap perencanaan manajemen laboratorium tata busana berlangsung dengan semangat dan prinsip serius, terbuka, kekeluargaan dan, dan saling menghargai. Serius tidak harus ditunjukkan dengan sikap kaku, keras, atau tidak bisa sambil guyon, tapi juga bisa ditunjukkan dengan situasi yang lebih santai, luwes, dan dengan guyonan. Guru-guru tetap serius dalam memberikan kritik dan masukan kepada ketua laboratorium.
Terbuka, artinya menyampaikan sesuatu apa adanya, tidak ditutup-tutupi. Guru-guru yang memberikan masukan kepada ketua program dan ketua laboratorium biasanya menyampaikan apa adanya, meskipun kadang terasa keras. Kekeluargaan, adalah rasa saling menyayangi antar sesama. Semua guru menganggap bahwa semua seperti satu keluarga yang mempunyai tanggungjawab dan tugas sama, yaitu memajukan sekolah dan memberi pelayanan terbaik kepada siswa.
Saling menghargai, artinya menghormati pendapat orang lain, menjaga perasaan, dan berempati terhadap penderitaan orang lain. Dalam memberikan kritik dan masukan, guru-guru harus menghargai prestasi yang telah dicapai meskipun sedikit. Evaluasi bukan bertujuan untuk menjatuhkan, tetapi meningkatkan apa yang sudah diraih.

Berdasarkan paparan tersebut dapat dinyatakan bahwa evaluasi yang dilaksanakan pada perencanaan manajemen di laboratorium tata busana merupakan upaya untuk mengontrol perencanaan itu sendiri agar betul-betul dapat digunakan sebagai bahan keputusan. Evaluasi juga harus dilaksanakan dengan semangat untuk suatu hal yang positif. Evaluasi terhadap perencanaan dalam manajemen di laboratorium tata busana menggunakan semangat dan prinsip serius, terbuka, kekeluargaan dan, dan saling menghargai. Hal tersebut membuktikan bahwa evaluasi telah dilaksanakan dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Perencanaan pada laboratorium tata busana SMK Negeri 3 Magelang disusun selaras dengan visi, misi, dan nilai-nilai sekolah. Hal tersebut membuktikan bahwa secara keorganisasian, sekolah tersebut solid, perencanaan laboratorium tata busana searah dengan cita-cita sekolah. Implementasi nilai-nilai sekolah dalam perencanaan laboratorium tata busana merupakan upaya sungguh-sungguh menjunjung tinggi cita-cita sekolah.
Sasaran dalam perencanaan laboratorium tata busana dibedakan menjadi sasaran jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Sasaran perencanaan telah disertakan dalam program kerja yang terdiri dari penentuan personil, pendanaan, dan penentuan alokasi waktu.
Perencanaan laboratorium tata busana berlangsung melalui beberapa tahapan, yaitu perencanaan oleh masing-masing guru, pembentukan tim kecil penyusun draft program kerja, dan pembahasan pada forum rapat guru sampai disyahkan menjadi program kerja laboratorium tata busana.
Evaluasi dalam perencanaan laboratorium tata busana dilaksanakan pada saat rapat guru dan saat informal. Semangat dan prinsip yang digunakan adalah serius, terbuka, kekeluargaan, dan saling menghargai. Dengan demikian ada upaya meningkatkan kualitas perencanaan dengan memperhatikan aspirasi guru.
2. Saran
Nilai-nilai sekolah yang dijadikan dasar dalam perencanaan laboratorium tata busana harus dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam proses pembelajaran di laboratorium tata busana. Sasaran dan tujuan dalam perencanaan laboratorium tata busana perlu lebih dipertegas. Pertimbangan dalam penentuan personil juga harus diperketat demi peningkatan pengelolaan laboratorium
Evaluasi fungsinya sangat penting dalam setiap unsur manajemen, untuk itu pelaksanaan evaluasi harus dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan perencanaan. Semangat dan prinsip yang ada perlu dipertahankan.

Daftar Pustaka
Arsyad Azhar. 2002. Pokok-Pokok Manajemen Panduan Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dikmenjur. 2004. Kurikulum SMK Edisi 2004. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional
Kusdyah Rahmawati, Ike. 2004. Manajemen: Konsep-konsep dasar dan Pengantar Teori. Malang: UMM Press
Mulyasa, E. 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan implementasi. Bandung: Rosda
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia
Tim. 2003. Standar Kompetensi Nasional Bidang Produksi Garmen. Jakarta. Depdiknas Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Semarang: Diperbanyak oleh Aneka Ilmu

Widowati
Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi FT Universitas Negeri Semarang
Alamat: Jl. Karonsih Utara 238 Ngaliyan Semarang Telpon (024) 7600614 HP 08122911295 email: widowati.unnes@gmail.com

MENINGKATKAN RESPONS SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 15 PURWOREJO TERHADAP MATA PELAJARAN IPS PADA JAM TERAHIR MELALUI PRAMEK (Pembelajaran Rekreatif,

Muh. Sholeh dan Kusnan Kadari
Fakultas Ilmu Sosial Unnes dan SMP Negeri 15 Purworejo

Abstract
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan respons siswa terhadap pelajaran IPS pada jam terahir yang ditandai dengan siswa mendengarkan penjelasan guru, berani menjawab pertanyaan, aktif mengerjakan tugas, berani bertanya, dan berani menyampaikan pendapat. Langkah yang ditempuh adalah perencanaan tindakan dan pelaksanaan. Perencanaan dilaksanakan dengan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang muncul dalam setiap proses pembelajaranr, sedangkan tindakan yang dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontektual (PRAMEK). Pelaksanaan PRAMEK untuk meningkatkan respon siswa tidak berjalan dengan mudah. Penyebabnya adalah guru masih kesulitan menerjemahkan PRAMEK dalam pembelajaran di kelas, belum sepenuhnya ihlas melakukan perubahan pembelajaran, masih beranggapan kelas tersebut memang berbeda dengan kelas lain, dan masih berusaha mencari formula yang lebih pas dalam melaksanakan pembelajaran. Belajar dari pengalaman sebelumnya guru semakin menguasai PRAMEK. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru semakin nyaman melaksanakan pembelajaran, sehingga respon siswa mengalami peningkatan sesuai dengan tujuan penelitian.

Keywords: Respon siswa, PRAMEK

PENDAHULUAN
Pembelajaran yang baik mampu mendorong siswa belajar dengan baik. Pembelajaran yang baik salah satunya dicirikan oleh tingginya respon siswa terhadap materi pelajaran. Siswa berani mengajukan pertanyaan kepada guru jika ada penjelasan guru yang masih belum bisa diterima, berani menjawab pertanyaan dari guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu, dan berani mengemukakan pendapat secara lisan.
Dalam kenyataanya respons siswa di kelas VIII-D SMP Negeri 15 Purworejo terhadap mata pelajaran IPS masih rendah. Situasi tersebut terjadi pada saat jam pelajaran terahir. Rendahnya renspon siswa kelas VIII-D terhadap mata pelajaran IPS pada jam tersebut ditandai dengan a) hanya 20 siswa dari 36 (60%) yang memperhatikan penjelasan guru, b) hanya ada 1 atau 2 siswa dari 36 siswa yang berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru, c) hanya 3 sampai 4 siswa dari 36 siswa berani menjawab pertanyaan guru, d) hanya 12 siswa dari 36 siswa mengerjakan tugas tepat waktu, dan e) tidak ada siswa yang berani berani mengemukakan pendapat secara lisan.
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selama ini pembelajaran pada jam terakhir dilaksanakan dengan cara a) penyampaian materi hanya dengan metoda ceramah yang diberi selingan tanya jawab, baik di awal, tengah-tengah, maupun di akhir pembelajaran, b) pemberian tugas pada siswa tidak di awasi dan hasilnya tidak di nilai oleh guru, c) pengawasan pada siswa saat kegiatan pembelajaran kurang, d) tidak mendorong siswa untuk aktif bertanya. Tampaknya model pembelajaran seperti ini tidak mendorong siswa merespons pelajaran dengan baik.
Guru dituntut untuk itu guru mampu a) mengubah penyampaian materi agar lebih menarik, b) memperbaiki pertanyaan guru yang terlalu sulit, c) mengatasi keterbatasan buku-buku dan sumber belajar, dan e) melakukan pendekatan kepada siswa. Pembelajaran tersebut mengandung unsur rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual atau dapat diberi istilah PRAMEK (Pembelajaran Rekreatif, Aktif, Menantang, Efektif, dan Kontekstual). Pembelajaran Rekreatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kesenangan.
Pembelajaran PRAMEK memiliki potensi a) mendorong siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran, b) mendorong siswa dapat lebih tertarik pada materi yang diajarkan, c) siswa lebih merasa dihargai hasil pekerjaannya, d) siswa lebih berani untuk bertanya tentang materi yang disampaikan, e) suasana kelas tetap menarik dan menyenangkan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan PTK dengan judul “Meningkatkan Respons Siswa Kelas VIII-D SMP Negeri 15 Purworejo Terhadap Mata Pelajaran IPS Pada Jam Terahir Melalui PRAMEK (Pembelajaran Rekreatif, Aktif, Menantang, Efektif, dan Kontekstual).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas untuk meningkatkan respons siswa terhadap pelajaran IPS pada jam terahir. Respons tersebut ditandai dengan a) siswa mendengarkan penjelasan guru, b) berani menjawab pertanyaan, c) aktif mengerjakan tugas, d) berani bertanya, dan e) berani menyampaikan pendapat. Berdasarkan tujuan tersebut maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang dibangun dari cara berpikir induktif, yaitu cara berpikir dari hal-hal yang bersifat nyata (khusus) kemudian ditarik kearah yang lebih abstrak atau umum. Penelitian ini mencoba meningkatkan respons siswa pada mata pelajaran IPS pada jam terahir pada kelas VIII-D SMP Negeri 15 Purworejo. PTK dilaksanakan di kelas ini karena pembelajaran mata pelajaran IPS di kelas ini dilaksanakan pada jam terahir, dan respons siswa dalam menerima materi pelajaran sangat rendah.
Dalam penelitian ini langkah-langkah yang ditempuh adalah perencanaan tindakan dan pelaksanaan. Langkah perencanaan dilaksanakan dengan mengidentifikasi berbagai permasalahan yang muncul dalam setiap proses pembelajaran, yaitu rendahnya respon siswa terhadap mata pelajaran IPS pada jam terahir. Rencana tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melaksanakan pembelajaran rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontektual (PRAMEK). Adapun pelaksanaan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 siklus. Masing-masing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Tindakan dan Hasil Siklus 1
Tindakan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru yang mencerminkan pembelajaran rekreatif masih belum terlihat. Itu terjadi pada pertemuan 1, 2, dan 3. Hal itu juga terjadi pada indikator aktif, menantang, efektif, dan kontekstual. Baru pada pertemuan ke-4, pembelajaran rekreatif, efektif, dan kontekstual sudah muncul. Pada indikator aktif, menantang, dan efektif belum juga tercapai.
Wujud pembelajaran rekreatif yang dilaksanakan guru diantaranya guru membagikan lembar kerja (LK) kepada siswa yang berisi naskah drama yang akan dipentaskan oleh siswa, dan guru memberi aba-aba atau perintah pada siswa untuk beryel-yel dan menunjuk salah satu anggota kelompok untuk maju mengambil lintingan yang dibuat guru.
Tindakan guru yang mencerminkan pembelajaran aktif diantaranya guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya pada materi yang belum jelas, dan guru memberi kesempatan pada siswa menjalankan tugas sesuai peran masing-masing.
Pembelajaran menantang diwujudkan dalam bentuk guru memberi perintah pada siswa untuk membuat kelompok secara bebas, guru menulis di papan tulis membuat setting kelas sambil berkata “silahkan tempat duduk diatur seperti pada gambar dengan hitungan 1 sampai 5 (5 menit), dan guru mengingatkan pada siswa untuk bersungguh-sungguh dalam memainkan peran tokoh sesuai karakter tokohnya dalam upacara proklamasi.
Pembelajaran efektif tercermin pada tindakan guru membatasi waktu untuk pembagian kelompok dan setting kelas, dan guru memberi instruksi pada siswa dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh siswa.
Tindakan yang menunjukkan pembelajaran kontekstual adalah guru memberi contoh peran atau kata-kata seorang tokoh yang akan diperankan oleh siswa, dan guru memberi pengarahan pada siswa untuk memerankan situasi sidang BPUKI, dan guru memberi pertanyaan kepada siswa.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan dengan menggunakan skala penilaian pada tindakan guru diperoleh data sebagaimana pada tabel 01.
Tabel: 01
Tren Tindakan PRAMEK
Siklus 1


Indikator Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4
Rekreatif (target 70%) 19 (48%) 24 (60%) 24 (60%) 30 (75%)
Aktif (Target 70%) 13 (33%) 21 (53%) 23 (58%) 24 (60%)
Menantang (Target 70%) 5 (13%) 13 (33%) 16 (40%) 18 (45%)
Efektif (Target 70%) 24 (48%) 26 (52%) 32 (64%) 36 (72%)
Kontekstual (Target 70%) 14 (35%) 18 (45%) (23 (58%) 29 (73%)

Sumber: Hasil penilaian

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui perkembangan ketercapaian hasil tindakan. Secara umum tiap tindakan mengalami peningkatan. Indikator rekreatif meningkat dari tindakan 1 ke 2, stabil pada tindakan ke-3, dan meningkat lagi pada tindakan 4. Indikator aktif dari tindakan 1 sampai tindakan ke-4. Indikator menantang juga terus mengalami peningkatan, dari tindakan ke-1 sampai ke-4. Indikator efektif dan kontekstual mengalami peningkatan dari tindakan 1, 2, 3, dan 4.
Pada siklus 1 ini aktivitas siswa yang muncul juga masih belum memenuhi harapan yang diinginkan. Ketika guru mengajukan pertanyaan, tidak ada satu siswapun yang berani menjawab atas inisiatif sendiri. Siswa hanya berani menjawab bersama-sama. Itu terjadi pada pertemuan 1, 2, dan pertemuan ke-3. Selama proses pembelajaran berlangsung, tidak ada siswa yang berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru. Itu terjadi diseluruh pertemuan. Siswa yang berani mengemukakan pendapat juga tidak ada sama sekali. Ini terjadi pada pertemuan 1 dan 2. Di awal tindakan, siswa yang mengerjakan tugas tepat waktu masih terbatas.
Target yang ingin dicapai pada tindakan ini adalah 4 siswa berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru, 6 siswa berani menjawab pertanyaan guru, 25 siswa siswa aktif mengerjakan tugas tepat waktu, dan 3 siswa berani mengemukakan pendapat. Melihat hasil respon yang ada, target tujuan belum tercapai sampai pertemuan ke-4, kecuali pada indicator jumlah siswa yang berani mengemukakan pendapat. Pada indicator ini target telah tercapai pada pertemuan ke-4. Respon siswa dalam pembelajaran pada siklus 1 terpaparkan pada tabel 02.
Tabel 02
Tren Indikator Ketercapaian Tujuan
Siklus 1


No Indikator Ketercapaian Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4
1 Jumlah siswa yang memperhatikan materi yang disampaikan guru 15 13 24 28
2 Jumlah siswa yang berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru 0 0 0 0
3 Jumlah siswa yang berani menjawab pertanyaan guru 0 0 0 1
4 Jumlah siswa siswa yang aktif mengerjakan tugas tepat waktu 5 16 20 30
5 Jumlah siswa berani yang mengemukakan pendapat 0 0 2 4
Sumber: hasil pengamatan
Dari data tersebut di atas diperoleh gambaran bahwa sebagian besar respon siswa masih belum memenuhi harapan, meskipun pada beberapa indikator mengalami peningkatan.
Faktor yang menyebabkan tujuan belum tercapai adalah a) guru masih kesulitan menerjemahkan PRAMEK dalam pembelajaran di kelas, b) guru belum sepenuhnya ihlas melakukan perubahan pembelajaran, c) guru masih beranggapan kelas tersebut memang berbeda dengan kelas lain, dan d) guru masih berusaha mencari formula yang lebih pas dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam melaksanakan tindakan, guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran sesuai yang direncanakan. Guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, merubah cara memberikan pertanyaan, mencari solusi keterbatasan bahan ajar, dan belum mampu melakukan pendekatan terhadap siswa.


2. Deskripsi Tindakan dan Hasil Siklus 2
Berdasarkan pengamatan, pembelajaran aktif yang dilaksanakan oleh guru adalah guru memberi pengarahan tentang pekerjaan yang ada pada LK, tiap-tiap kelompok mengerjakan LK. Mendiskusikan dan mempersiapkan hasil karyanya untuk presentasi, guru memberikan penegasan lagi tentang materi diskusi, dengan panduan lembar kerja yang telah disiapkan oleh guru, dan guru memberi pertanyaan kepada siswa tentang perasaan mereka ketika mereka menawar barang, dan berusaha membeli berbagai macam barang.
Kegiatan pembelajaran menantang yang dilaksanakan oleh guru adalah guru membagikan LK pada masing-masing kelompok, guru menawarkan pada peserta didik kelompok mana yang akan presentasi dulu, dan guru memberikan reward pada kelompok berpenampilan terbaik, hasil karya terbaik, kerjasama terbaik.
Kegiatan pembelajaran rekreatif yang dilaksanakan oleh guru adalah mengajak siswa ke pasar, melakukan penyegaran (ice breaking), dan menyuruh siswa bernyanyi. Kegiatan pembelajaran efektif yang dilaksanakan oleh guru adalah guru memberi intruksi kepada siswa agar kelas dibagi menjadi 6 kelompok dengan tak bersuara selama 5 menit, guru melakukan pengawasan terhadap jalannya diskusi dengan berkeliling ke kelompok per kelompok sambil mencatat keaktifan siswa, guru juga mengingatkan beberapa siswa yang belum melaksanakan aktifitas secara maksimal.
Kegiatan pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan oleh guru adalah guru menyuruh siswa untuk mencari contoh-contoh penyimpangan sosial yang ada di lingkungan rumahnya, guru memberi pertanyaan pada siswa bagaimana caranya menasehati jika dirumahmu ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)?, dan guru mengajak siswa untuk mengamati proses jual beli di pasar tradisional.
Berdasarkan pengamatan menggunakan skala penilaian, diperoleh data hasil pengamatan terhadap tren pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Data hasil pengamatan sebagaimana pada tabel 03 berikut ini.
Tabel: 03
Tren Tindakan PRAMEK
Siklus 2


Indikator Pertemuan 1 Pertemuan 2 3 Pertemuan 4 Pertemuan
Rekreatif (target 70%) 35 (89%) 36 (90%) 35 (89%) 37 (92%)
Aktif (Target 70%) 36 (90%) 36 (90%) 37 (92%) 35 (89%)
Menantang (Target 70%) 31 (79%0 38 (95%) 38 (95%) 38 (95%)
Efektif (Target 70%) 32 (64 %) 35 70%) 40 (80%) 45 (90%)
Kontekstual (Target 70%) 26 (65%) 26 (65%) 31 (79%) 34 (85%)
Sumber: Hasil penilaian
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran yang rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual sesuai target. Tabel tersebut juga menginformasikan perkembangan atau dinamika ketercapaian hasil tindakan.
Berdasarkan pengamatan juga diketahui respon siswa terhadap mata pelajaran IPS mengalami peningkatan. Siswa sudah berani bertanya, mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan tugas tepat waktu. Secara kuantitatif, perhitungan terhadap respon siswa terhadap mata pelajaran IPS dipaparkan pada tabel 04 berikut.
Tabel 04
Tren Indikator Ketercapaian Tujuan
Siklus 2


No Indikator Ketercapaian Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 3 Pertemuan 4
1 Jumlah siswa yang memperhatikan materi yang disampaikan guru 28 30 30 34
2 Jumlah siswa yang berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru 2 2 4 6
3 Jumlah siswa yang berani menjawab pertanyaan guru 3 4 8 8
4 Jumlah siswa siswa yang aktif mengerjakan tugas tepat waktu 25 25 30 32
5 Jumlah siswa berani yang mengemukakan pendapat 3 4 6 8
Sumber: hasil pengamatan
Berdasarkan tabel tersebut diketahui respon siswa terhadap mata pelaran IPS pada jam terahir mengalami peningkatan dan sesuai dengan target. Secara keseluruhan ada peningkatan yang berarti pada siklus 2. Siswa yang memperhatikan guru mencapai 34 siswa (94,4%) dari seluruh kelas yang berjumlah 36, dan sudah melampaui target indikator keberhasilan 70%, atau kalau dirata-rata dari pertemuan 1,2,3 dan 4 ada 31 siswa 86,1 % dari 36 , ini juga sudah melampui target yang 70 % .
Untuk siswa yang berani bertanya pada guru pada pertemuan 4 ada 6 siswa dari 36 siswa sedang target ketercapaian ada 4 siswa, kalau dirata-rata pertemuan 1-4, ada 5 siswa yang berani bertanya, berarti untuk keberanian siswa bertanya pada guru ada diatas target indikator keberhasilan. Respons siswa dalam menjawab pertanyaan guru pada pertemuan ke 4 ada 6, jika dirata-rata pertemuan 1-4 ada 6, jadi sudah mencapai target keberhasilan indikator. Untuk mengerjakan tugas tepat waktu kalau dirata-rata dari pertemuan 1-4 ada 28 siswa, target keberhasilan indikator 25 siswa, jadi sudah tercapai. Respons siswa untuk mengemukakan pendapat kalau dirata-rata pertemuan 1-4 ada 5 siswa, target indikator keberhasilan ada 3 siswa yang berani mengemukakan pendapat 5 siswa, jadi keberhasilan sudah tercapai.
Dengan demikian bahwa tindakan yang dilakukan tim PTK pada silkus 2 sudah berhasil sesuai target indikator keberhasilan. Untuk itu penelitian tindakan kelas dapat dihentikan.
Pembahasan
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Untuk mendukung tujuan tersebut diperlukan proses pembelajaran yang mampu menempatkan siswa sebagai subyek pembelajaran. Siti Prihatiningtyas (2004) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Guru harus menggunakan strategi yang baik agar siswa mampu mencapai tujuan.
Dalam pandangan teori belajar humanistik, belajar menekankan pada isi dan proses yang berorientasi pada peserta didik sebagai subyek belajar (Rianto, 2000). Teori ini bertujuan untuk memanusiakan manusia agar mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan. Pembelajaran juga harus berpedoman pada pandangan pembelajaran konstruktivisme. Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma daripada menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar.
Jika respons siswa merupakan indikator yang dianggap penting dalam pembelajaran, maka seorang guru perlu memahami bahwa model pembelajaran inovatif dapat diterapkan pada kesempatan tertentu dan subjek tertentu. Artinya, tidak ada model pembelajaran yang dianggap paling baik untuk mendorong respons siswa terhadap pelajaran, tetapi guru perlu menguasai dan mampu menerapkan model-model pembelajaran tersebut di dalam kelas.
Guru dituntut melaksanakan pembelajaran yang baik, pembelajaran yang mampu mendorong siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Dalam kenyataannya tidak selamanya siswa mempunyai respon yang baik terhadap seluruh mata pelajaran, apalagi pada mata pelajaran IPS yang dilaksanakan pada jam-jam terahir. Untuk itu Guru IPS mensiasati dengan melaksanakan PRAMEK (pembelajaran rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual).
Nyatanya pelaksanaan pembelajaran tersebut tidak mudah. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada deskripsi hasil, PRAMEK yang telah dilaksanakan ternyata tidak berjalan dengan baik. Guru belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran sesuai yang direncanakan. PRAMEK belum sepenuhnya diimplementasikan melalui pembelajaran yang nyata. Guru belum mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, merubah cara memberikan pertanyaan, mencari solusi keterbatasan bahan ajar, dan belum mampu melakukan pendekatan terhadap siswa.
Akibatnya, respon siswa masih dibawah yang diharapkan. Tidak ada siswa yang berani bertanya tentang materi pelajaran yang disampaikan guru, jumlah siswa yang berani menjawab pertanyaan guru dibawah target, dan jumlah siswa berani yang mengemukakan pendapat hanya beberapa orang.
Faktor penyebabnya berdasarkan refleksi yang dilakukan tim adalah guru masih kesulitan menerjemahkan PRAMEK dalam pembelajaran di kelas, guru belum sepenuhnya ihlas melakukan perubahan pembelajaran, guru masih beranggapan kelas tersebut memang berbeda dengan kelas lain, dan guru masih berusaha mencari formula yang lebih pas dalam melaksanakan pembelajaran.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru terus didukung sepenuhnya oleh tim dalam memahami dan menerjemahkan PRAMEK melalui diskusi yang berlangsung intensif. Guru perlu didorong lebih terbuka dalam memahami kekurangan siswa, sehingga guru lebih ihlas dalam melaksanakan pembelajaran tersebut. Guru perlu diberi pemahaman bahwa kondisi kelas yang di treatment tersebut kondisi kelas dan waktunya memang berbeda, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk melaksanakan pembelajaran yang rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual. Dengan kata lain, guru memang tidak perlu bosan-bosan mencoba menerapkan pembelajaran yang mengandung unsur rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual.
Setelah guru melakukan siklus kedua, ternyata pembelajaran yang dilaksanakan mengalami perubahan yang signifikan. Belajar dari pengalaman sebelumnya guru semakin menguasai PRAMEK. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru semakin nyaman melaksanakan pembelajaran, sehingga respon siswa mengalami peningkatan. Peningkatan respon yang diperlihatkan siswa adalah mempunyai keberanian bertanya terhadap materi yang telah diajarkan, berani menjawab pertanyaan guru atas inisiatif sendiri, mengerjakan tugas tepat waktu, dan mempunyai keberanian mengemukakan pendapat.
Keberhasilan guru dalam melaksanakan PRAMEK tidak terwujud begitu saja, tapi membutuhkan waktu, proses, kerjasama, bimbingan, dan keterbukaan dari guru yang bersangkutan. Guru perlu waktu untuk memahami karakteristik siswa dan menyesuaikan pula dengan waktu pembelajaran. Guru perlu waktu untuk bisa membedakan perbedaan pengaruh secara psikologis antara pelajaran pagi dengan siang. Guru membutuhkan proses yang relativ panjang untuk bisa menerima kenyataan bahwa siswa mempunya kemampuan yang bermacam-macam.
Guru perlu membuka diri dalam memahami perbedaan siswa. Tidak semua siswa cerdas, dan siswa cerdas akan mengalami kesulitan belajar ketika waktu pembelajaran mengalami hambatan. Untuk itu diperlukan kreatifitas dan inovasi guru dalam pembelajaran. Salah satunya melalui pembelajaran yang rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual (PRAMEK).

PENUTUP
Pelaksanaan pembelajaran rekreatif, aktif, menantang, efektif, dan kontekstual untuk meningkatkan respon siswa ternyata tidak berjalan dengan mudah. Faktor yang menyebabkan tujuan belum tercapai adalah guru masih kesulitan menerjemahkan PRAMEK dalam pembelajaran di kelas, belum sepenuhnya ihlas melakukan perubahan pembelajaran, masih beranggapan kelas tersebut memang berbeda dengan kelas lain, dan masih berusaha mencari formula yang lebih pas dalam melaksanakan pembelajaran.
Belajar dari pengalaman sebelumnya guru semakin menguasai PRAMEK. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru semakin nyaman melaksanakan pembelajaran, sehingga respon siswa mengalami peningkatan. Peningkatan respon yang diperlihatkan siswa adalah mempunyai keberanian bertanya terhadap materi yang telah diajarkan, berani menjawab pertanyaan guru atas inisiatif sendiri, mengerjakan tugas tepat waktu, dan mempunyai keberanian mengemukakan pendapat.
Guru mata pelajaran mempunyai permasalahan dan kesulitan yang beragam sesuai dengan mata pelajaran, siswa, dan waktu, disamping faktor-faktor lain yang saling berpengaruh. Pembelajaran inovatif perlu dilaksanakan guru dengan pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subyek. Respon siswa sebagai salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran perlu dipahami dan disikapi dengan pelaksanaan pembelajaran yang inovatif.

DAFTAR PUSTAKA
Herdian. 2009. Model Pembelajaran Cooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Kristinawati. Upaya Mewujudkan Pakem (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan) Melalui Pembelajaran Kooperatif Model Teams Games Tournaments Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta. Yogyakarta. UIN
Martiningsih. 2007. Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan ? www. Martiningsih.online
Prihatiningtyas, Siti. 2004. Penerapan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dalam Proses Belajar Mengajar da MTs Al Khoiriyah Semarang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes
Sudrajad Ahmad. 2009. Model Cooperatif learning dan pendekatan ICARE (1). http://smacepiring.wordpress.com/
Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jan 22, 2012

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Mata Pelajaran IPS SMP Melalui Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna (Better Teaching and Learning)

Oleh Muh. Sholeh

Abstrak
Untuk membantu siswa mencapai tujuan belajar sesuai kompetensinya, guru harus melaksanakan pengajaran professional dan pembelajaran bermakna. Perubahan harus dilaksanakan dalam hal pendekatan, strategi, dan teknik pembelajaran di kelas. Guru punya otonomi dalam memilih pendekatan, strategi, dan pembelajaran, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran masing-masing.
Pilihan tersebut harus didasarkan pada criteria-kriteria tertentu. Pengajaran professional dan pembelajaran bermakna dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah, yaitu telaah kurikulum, pembuatan lembar kerja, pengembangan media pembelajaran, Penilaian dan penyusunan rublik penilaian, dan penyusunan jurnal refleksi.
Telaah kurikulum dilaksanakan dalam bentuk pemetaan SK/KD untuk menghasilkan tema. LK/LT ditujukan menggali ide siswa dalam bentuk hasil karya orisinil untuk menjawab pertanyaan tingkat tinggi. Pengembangan media diarahkan pada pemanfaatan lingkungan sekitar dengan berpedoman pada media pembelajaran yang efektif dan terjangkau. Teknik penilaian dan penyusunan rubrik merupakan standar obyektif dalam memberikan penilaian terhadap karya siswa. Adapun jurnal refleksi merupakan langkah bijak guru untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Kata Kunci: Pengajaran professional, pembelajaran Bermakna

Pengantar
Tujuan utama pembelajaran di kelas adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Untuk mewujudkan tujuan tersebut guru harus melaksanakan pengajaran secara professional dan pembelajaran bermakna. Guru harus berani melakukan perubahan. Perubahan tersebut diantaranya perubahan peran guru dari pengajar di depan kelas menjadi fasilitator di dalam kelas, dari pelaksanakan pembelajaran berorientasi guru ke siswa, dari orientasi produk ke peningkatan kualitas proses, dan dari pembelajaran menegangkan menjadi menyenangkan.
Salah satu wujud perubahan tersebut adalah melaksanakan pembelajaran kooperatif, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa belajar baik secara kelompok maupun individual untuk mempelajari materi dengan menciptakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Tujuan mata pelajaran IPS adalah 1) Mengenal  konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan  masyarakat dan lingkungannya, 2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,  inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan 4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Untuk mencapai tujuan tersebut guru melaksanakan pembelajaran di kelas.
Dalam bukunya yang berjudul Handbook of Cooperatif Learning karya Shlomo Sharan (2009), ada beberapa metode cooperative learning, diantaranya Student Teams Acheavement Divisions (STAD), Team Assisted Individualization dan Cooperatife Integrated Reading and Composition (TAI dan CIRC), Interdependensi Alami:Jigsaw, Belajar Bersama, Pengelolaan Perdebatan Akademis, dan Penugasan Kompleks: Pemikiran Canggih di Kelas. Tentu masih banyak metode yang lain yang dapat diaplikasikan oleh guru di kelas.
Namun demikian yang harus diperhatikan oleh guru adalah, bahwa pemilihan strategi pembelajaran harus didasarkan pada criteria tertentu.Mager (1977) dalam Hamzah (2007) menyampaikan beberapa criteria yang dapat digunakan dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu a) berorientasi pada tujuan pembelajaran, b) pemilihan teknik pembelajaran yang sesuai, dan c) pemilihan media pembelajaram.
Semua diserahkan sepenuhnya pada guru, karena guru adalah pelaku utama dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun demikian guru perlu menempuh beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan pengajaran professional dan pembelajaran bermakna (Better Teaching and Learning) sebagaimana yang direkomendasikan oleh program Decentralized Basic Education 3 (DBE3). Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam rangka pelaksanaan pengajaran profesional dan pembelajaran bermakna adalah telaah kurikulum, pembuatan lembar kerja, pengembangan media pembelajaran, Penilaian dan penyusunan rublik penilaian, dan penyusunan jurnal refleksi.

Telaah Kurikulum
Romine (1954) dalam Hamalik (2007) menjelaskan bahwa ”Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, wheter in the classroom or not”. Dalam bukunya "Curriculum Development Theory and Practice” yang diunduh dari www.depdiknas go.id  Hilda Taba (1962)  mengatakan bahwa kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah. Untuk melaksanakan pengajaran professional dan pembelajaran bermakna, guru harus memahami dan mampu menelaah kurikulum yang berlaku.
Telaah kurikulum dilaksanakan dengan cara mengkaji secara mendalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK dan KD) yang terdapat dalam Standar Isi (SI) di setiap mata pelajaran melalui suatu proses yang dikenal dengan pemetaan kompetensi atau ’competency mapping/Scanning’. Dengan proses ini, kita mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kompetensi-kompetensi yang ada dan ditemukan cara mengorganisasikannya dengan baik.
Pemetaan kompetensi ini dimulai dengan mengumpulkan kompetensi-kompetensi yang memiliki kesamaan aspek tertentu. Kesamaan-kesamaan ini selanjutnya dikemas menjadi tema/konteks/teks/unit.  Selanjutnya, konteks/ tema/teks/unit ini dijadikan wadah bagi pengembangan pembelajaran yang lebih bermakna. Kompetensi-kompetensi tersebut akan terkembangkan secara terpadu, saling berhubungan, dan lebih utuh. Hal tersebut akan berdampak pada pembelajaran yang menjadi lebih kontekstual.
Pada mata pelajaran IPS, pemetaan kurikulum dapat dilaksanakan dengan memadukan seluruh kompetensi dasar dalam satu tahun. Pemetaan tersebut dapat dihimpun dalam beberapa tema aktual yang sedang hangat di tengah masyarakat. Karena pemetaan berbasis tema, maka keberadaan standar kompetensi seolah-olah diabaikan. Ini terjadi karena tema tertentu akan didukung oleh beberapa KD yang kemungkinan tersebar di beberapa SK.
Contoh, guru IPS kelas dapat membuat tema ”Cicak VS Buaya”. Tema tersebut dipilih karena beritanya sedang aktual pada saat itu. Tema tersebut dapat didukung oleh KD a) mendeskripsikan interaksi sebagai proses sosial, b) mengidentifikasi bentuk-bentuk  interaksi sosial, dan c) mendeskripsikan manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral dalam memenuhi kebutuhan. KD pendukung tema tersebut berada di dua SK, yaitu a) memahami kehidupan sosial manusia, dan b) memahami usaha manusia memenuhi kebutuhan.
Dalam satu tahun guru setidak-tidaknya dapat membuat 4 tema yang sesuai dengan selera guru masing-masing. Dalam prakteknya akan ada beberapa KD yang dapat masuk dalam beberapa tema tetapi ada juga KD yang tidak dapat masuk dalam tema-tema yang ada. Untuk itu guru garus mensiasati dengan baik. Misalnya KD yang tidak masuk tema dipisahkan tersendiri, artinya akan ada waktu khusus membahas KD tersebut.

Pembuatan Lembar Kerja/Lembar Tugas (LK/LT)
Selama ini guru telah menjadikan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai salah satu sumber belajar. Pemanfaatan LKS tersebut tidak sebatas pengganti jika guru tidak bisa hadir di kelas, tetapi harus diperluas pada mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. Jika selama ini guru memanfaatkan LKS buatan pihak lain dan harganya mahal, maka guru harus melakukan perubahan dengan membuat LKS sendiri yang disesuaikan dengan kondisi kelas masing-masing. LKS dapat juga disebut Lembar Kerja/Lembar Tugas (LK/LT). LK/LT dimaksudkan untuk memicu dan membantu siswa melakukan kegiatan belajar dalam rangka menguasai suatu pemahaman, keterampilan, dan/atau sikap.
Beberapa kenyataan menunjukkan LK/LT digunakan hampir di akhir suatu sesi, yaitu setelah guru menjelaskan suatu konsep/pemahaman, sehingga LK/LT lebih terasa sebagai soal latihan atau bahkan sebagai soal tes terhadap konsep yang telah dijelaskan guru. LK/LT yang ada sering meminta siswa hanya mengisi titik-titik dengan kata atau kalimat pendek
LK/LT merupakan bagian dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan merupakan sebagian alat yang digunakan guru dalam mengajarnya. Oleh karena itu, LK/LT tidak dimaksudkan untuk mengganti guru. Guru masih memiliki peran, yaitu menjadikan suasana pembelajaran menjadi interaktif dengan cara mengatur agar hasil belajar siswa melalui LK/LT tersebut terkomunikasikan dan didiskusikan di antara para siswa.
Tidak setiap mengajar diperlukan LK/LT dalam bentuk lembaran. Pengertian LK/LT sebaiknya tidak terpaku pada lembarannya melainkan pada isi, yaitu struktur yang ada pada LK/LT tersebut; sehingga bila tidak memungkinkan untuk memperbanyaknya, maka isinya cukup ditulis di papan tulis bahkan jika singkat, isi LK/LT cukup dikemukakan secara lisan oleh guru.
Secara umum struktur LK/LT terdiri dari 2 hal, yaitu informasi atau konteks permasalahan dan pertanyaan atau perintah. Informasi atau konteks permasalahan, hendaknya menginspirasi siswa untuk menjawab/mengerjakan tugas. Dalam mata pelajaran IPS informasi dapat berupa gambar, teks, tabel, atau benda konkret.
Pertanyaan atau perintah, hendaknya memicu siswa untuk menyelidiki, menemukan, memecahkan masalah dan/atau berimajinasi/mengkreasi. Usahakan jumlah pertanyaan dibatasi agar siswa dapat lebih leluasa mengeksplorasi ide-idenya. Guru IPS harus mampu menyusun LK/LT yang berkualitas sehingga mampu mendorong siswa memproduksi hasil karya asli (orisinal).

Pengembangan Media Pembelajaran
Schramm (1977) dalam Akhmad Sudrajat (2009) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Menurut Yamin (2007), manfaat media dalam pembelajaran adalah memperlancar proses interaksi antara guru dengan siswa, dalam hal ini membantu siswa belajar secara optimal. Manfaat ini tentu dipahami oleh guru.
Bagi sebagian guru, media pembelajaran ideal adalah media yang dapat menunjukkan tingkat kemajuan dan teknologi yang berkembang. Guru yang mampu menguasai teknologi modern dan mengaplikasikan dalam pembelajaran di kelas dianggap kompeten. Ini menjadi sumber masalah bagi sekolah-sekolah kelas menengah kebawah. Tuntutan guru terhadap sekolah cenderung mengarah pada tuntutan pada penyediaan sekolah terhadap instrumen-instrumen modern, seperti OHP, LCD, computer, laptop, dan sejenisnya. Semangat guru yang sebelumnya membara mendadak redup karena keterbasan sekolah menyediakan tuntutan guru. Hal tentu tidak diinginkan oleh semua pihak karena media pembelajaran merupakan salah satu dari sekian instrumen pendukung proses belajar siswa di kelas.
Kekeliruan lain yang kadang terjadi dalam memanfaatkan media pembelajaran adalah, pengguna media pembelajaran didominasi oleh guru. Posisi siswa berada pada tempat duduk masing-masing sambil menyaksikan guru memanfaatkan media pembelajaran. Contoh, guru IPS dengan lancer menunjukkan kota-kota yang tertera pada selembar peta yang dipasang di papan tulis, sementara siswa tidak dapat membaca nama kota yang ditunjuk oleh guru.
Media pembelajaran yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan guru sangat bervariasi. Beberapa contoh media pembelajaran yang dimaksud adalah: foto, karikatur, poster, koran, bagan, grafik, peta, benda model, permainan, slide, proyeksi komputer, overhead transparansi, radio, televisi, lingkungan (fisik, alam, sosial, dan peristiwa). Beberapa media, seperti media sederhana, kadang perlu dikembangkan, dimodifikasi, dikombinasikan dengan media lain, atau dicari alternatif media lainnya yang juga relevan  untuk membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Media dari alat dan bahan sederhana seringkali menarik dan menantang karena dapat merangsang kreativitas guru dalam mengembangkan dan siswa dalam menggunakannya. Media sederhana sangat disarankan meskipun media-media yang lebih modern seperti komputer dapat dimanfaatkan jika tersedia.
Guru-guru dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Guru IPS selama ini dikenal kreatif dalam memanfaatkan barang-barang bekas baik Koran, ember, bekas minuman mineral, wadah sabun, dan sebagainya sebagai sumber belajar. Dengan demikian, semangat yang diusung dalam memanfaatkan media pembelajaran adalah bagaimana guru memanfaatkan media pembelajaran yang efektif dan terjangkau. Efektif sesuai tema pembelajaran, terjangkau secara ekonomi dan ketersediaan.

Teknik Penilaian dan Penyusunan Rubrik Penilaian
Untuk mengetahui kompetensi siswa, guru dapat melakukan penilaian. Ada beberapa teknik penilaian yang dapat dikembangkan oleh guru IPS, yaitu penilaian kinerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kinerja siswa. Penilaian kinerja dilakukan melalui pengamatan. Kinerja yang dapat diamati seperti: bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi, menggunakan peralatan laboratorium, mengoperasikan suatu alat, dan lain-lain. Alat pengamatan yang digunakan dapat berupa Daftar Cek atau Skala Rentang.
Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: komponen afektif (perasaan), komponen kognitif (keyakinan), dan komponen konatif (kecenderungan berbuat) . Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah a) sikap terhadap subjek, b) sikap positif terhadap belajar, c) sikap positif terhadap diri, dan d) sikap terhadap seseorang yang berbeda. Teknik penilaian sikap dapat berupa: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Observasi  perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta.
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain, seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya. Dalam mengembangkan instrumen penilaian ini, guru perlu mencermati kesesuian antara soal (materi)  dengan indikator pada kurikulum. Selain itu, rumusan soal atau pertanyaan (konstruksi) harus jelas dan tegas. Rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat (bahasa) yang menimbulkan penafsiran ganda.
Penilaian proyek adalah penilaian terhadap suatu tugas (suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data) yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.  Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam penyelidikan tertentu, dan kemampuan siswa dalam menginformasikan subyek tertentu secara jelas.
Penilaian produk meliputi penilaian terhadap kemampuan siswa membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam. Pada umumnya pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan dalam setiap tahapan perlu diadakan penilaian, yaitu tahap persiapan, pembuatan, dan penilaian. 
Penilaian Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar siswa melalui karya siswa.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam menerapkan penilaian diri ini, guru perlu melakukan hal-hal: a) menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai, b) menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan, c) merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala rentang, d) meminta siswa untuk melakukan penilaian diri, e) mendorong siswa supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif.
Tanpa mengabaikan teknik penilaian yang ada, guru perlu menyusun rubrik penilaian. Rubrik penilaian yang dimaksud di sini adalah pembuatan rambu-rambu secara obyektif, terukur dan akurat sebagai standar dalam memberikan penilaian terhadap hasil karya siswa. Penyusunan rublik penilaian perlu dilakukan untuk menghindari subyektivitas guru dalam memberikan penilaian terhadap hasil karya siswa. Dengan rublik tersebut penilaian terhadap hasil karya siswa dapat dipertanggungjawabkan.

Penyusunan Jurnal Refleksi
Guru yang baik adalah guru yang selalu ingin meningkatkan kualitasnya dari waktu kewaktu. Peningkatan yang dimaksud meliputi penguasaan materi pelajaran, kemampuan mengajar, dan kepribadian sebagai pendidik. Peningkatan kualitas seorang guru harus merupakan dorongan alamiah, sehingga guru harus mampu melaksanakan refleksi diri. refleksi berkaitan dengan kegiatan merenung, memikirkan dengan sungguh-sungguh suatu peristiwa, mengevaluasi kebermanfaatannya, dan merencanakan tindak lanjut untuk perbaikan.
Kemampuan untuk berefleksi tentang pelaksanaan belajar mengajar sehari-hari di kelas merupakan keterampilan yang sangat penting untuk  dikembangkan guru. Guru yang dapat berefleksi, merenungkan dan menganalisis apa saja yang dilakukannya dan pengaruhnya pada pembelajaran murid, akan dapat menemukan kelebihan dan kelemahan proses belajar mengajar mereka. Guru akan terbantu untuk meneruskan dan memperbaharui hal-hal yang sudah baik, tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan mencari jalan keluar untuk memecahkan kelemahan mengajar yang ditemukannya dan masalah belajar yang dihadapi siswanya.
Sarana yang dapat membantu guru melakukan refleksi adalah jurnal fefleksi. Jurnal refleksi merupakan kumpulan catatan  perenungan dan analisis guru tentang proses belajar mengajar sehari-hari di kelas serta rencana tindak lanjut untuk hal-hal yang ditemukan dalam perenungannya. 
Setidaknya jurnal refleksi terdiri dari 6 unsur yang membentuk siklus atau terus berputar sampai menemukan kondisi ideal. Unsur-unsur tersebut adalah deskripsi, rasa dan pikiran, evaluasi, analisis, kesimpulan, dan rencana kedepan.
Deskripsi berisi paparan tentang apa yang terjadi/apa yang kita lihat/apa yang kita alami /apa yang kita lakukan dalam kegiatan pembelajaran. Rasa dan pikiran berisi paparan tentang apa yang kita rasakan /pikirkan sehubungan dengan yang kita alami. Evaluasi berisi apa yang baik/tidak baik, bermanfaat/tidak bermanfaat dari peristiwa/pengalaman tersebut. Analisis berisi tentang apa yang kita pahami dari peristiwa/pengalaman itu, misalnya, mengapa hanya beberapa anak yang aktif bekerja dalam kerja kelompok, dan sebagainya. Kesimpulan berisi tentang apa yang seharusnya dilakuka/sebaiknya dilakukan. Rencana kedepan berisi tentang langkah yang akan dilakukan untuk memperbaiki tindakan di kelas dalam kegiatan pembelajaran.
Tekanan yang harus diperhataikan dalam menyusun jurnal refleksi adalah, kita menyusun berdasarkan apa yang kita lakukan dan kita rasakan. Artinya kita lebih merefleksi diri kita masing tentang kekurangan dan kelemahan kita, bukan terhadap pihak lain, sehingga dengan penuh kesadaran kita akan melakukan perbaikan secara terus menerus untuk melaksanakan pengajaran professional dan pembelajaran bermakna.

Penutup
Tekanan pembelajaran pada mata pelajaran IPS adalah informasi, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Ketiga hal itu harus dapat diterjemahkan oleh guru melalui pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna dapat terlaksana melalui pengajaran professional yang dilaksanakan guru melalui beberapa tahapan, yaitu telaah kurikulum, pembuatan lembar kerja/lembar tugas, pengembangan media pembelajaran, Penilaian dan penyusunan rublik penilaian, dan penyusunan jurnal refleksi.
Telaah kurikulum dilaksanakan dalam bentuk pemetaan SK/KD untuk menghasilkan tema. LK/LT ditujukan menggali ide siswa dalam bentuk hasil karya orisinil untuk menjawab pertanyaan tingkat tinggi. Pengembangan media diarahkan pada pemanfaatan lingkungan sekitar dengan berpedoman pada media pembelajaran yang efektif dan terjangkau. Teknik penilaian dan penyusunan rubrik merupakan standar obyektif dalam memberikan penilaian terhadap karya siswa. Adapun jurnal refleksi merupakan langkah bijak guru untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Daftar Pustaka
Hamalik Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.Bandung: Rosda
Modul Pelatihan. 2009. Pengajaran Profesional dan Pembelajaran Bermakna 3 (Better Teaching and Learning 3). Program DBE3
Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Shlomo Sharan. 2009. Handbook of Cooperative Learning: Inovasi Pengajaran dan Pembelajaran Intuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas. Yogyakarta: IMPERIUM
Sudrajad Akhmad. 2008. Media Pembelajaran. Diunduh dari  akhmadsudrajat.wordpress.com tanggal 12 Januari 2008

Uno Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yamin Martinis. 2007. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: GP Press

Jan 21, 2012

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA MATERI PENGINDERAAN JAUH

Oleh Muh. Sholeh

ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan konsep dasar pembelajaran kontekstual, penginderaan jauh, dan implementasi pembelajaran kontekstual pada materi penginderaan jauh. CTL merupakan salah satu pendekatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas untuk memberi efek pengalaman belajar optimal kepada siswa. Hal tersebut dapat dipahami karena di dalam CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu constructivisme (membangun), questioning (bertanya), inquiry (mencari), learning community (masyarakat belajar), modelling (pemodelan), reflection (umpan balik), dan authentic assessment (penilaian sebenarnya).
Kegiatan belajar materi inderaja di menara MAJT nampaknya sangat sederhana karena yang muncul adalah kesan bermain, santai berpotret ria dan kegiatan ringan lain. Namun demikian, jika dikaitkan dengan karakteristik CTL, kegiatan tersebut merupakan salah satu contoh bentuk pembelajaran kontekstual.
Sebab dalam pemanfaatan MAJT siswa secara nyata berhadapan dengan dunia kehidupan yang betul-betul ada. Melalui pembelajaran tersebut komponen pembelajaran kontekstual yang terdiri dari constructivisme, questioning, inquiry, learning community, modelling, reflection, dan authentic assessment dapat diwujudkan.
Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual, Penginderaan Jauh

Pendahuluan
Salah satu topik hangat dibidang pengajaran adalah wacana mengenai pembelajaran kontekstual (Contextual Teching and Learning/CTL), yaitu menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa. Topik ini menghangat seiring dengan kebijakan perubahan kurikulum yang mengedepankan kompetensi, Kompetensi menurut Moh Arsyad (2007) didefinisikan sebagai kemampuan siswa mengaplikasikan semua materi pelajaran dalam kehidupan mereka sehingga memungkinkan siswa mampu berkiprah dengan baik dalam hidupnya.
Namun demikian, sebenarnya pembelajaran kontekstual sejujurnya sudah lama jadi bahan pembicaraan guru-guru, khususnya pada forum-forum informal. Keluhan tentang kemampuan siswa yang hanya mengedepankan aspek kognitif saja, lulusan sekolah dengan nilai bagus kesulitan mendapat pekerjaan, atau munculnya istilah verbalisme, merupakan cerminan obyektif yang menunjukkan pembelajaran kontekstual sebenarnya sudah muncul di kawasan diskusi. Hanya saja suara-suara tersebut belum mampu keluar ke ruang publik, sehingga seolah-olah wacana pembelajaran kontektual merupakan wacana baru.
Sengatan wacana pembelajaran kontekstual terasa di hampir seluruh mata pelajaran, termasuk mata pelajaran geografi. Guru geografi juga dituntut mampu melaksanakan pembelajaran kontekstual agar siswa mampu mengkaitkan antara materi yang diterima dengan kehidupan nyata. Seluruh materi geografi tak terkecuali materi penginderaan jauh (inderaja) harus didekatkan dengan dunia nyata supaya pengetahuan dapat terbangun oleh siswa melalui pengalaman yang mereka terima.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa inderaja bagi sebagian guru masih dianggap sebagai materi yang sulit dan menjadi salah satu faktor kesulitan mendorong siswa mencintai materi geografi. Bayangan tentang proses pembelajaran yang harus menggunakan media high-tech menjadi salah satu faktor tidak optimalnya pembelajaran materi inderaja. Padalah inderaja diharapkan menjadi salah satu jendela agar siswa mencintai materi geografi.
Pertanyaan yang muncul adalah, mungkinkah pembelajaran kontekstual dapat diimplementasikan pada materi inderaja? Pertanyaan tersebut sederhana, mudah, tapi butuh kemauan untuk melaksanakan.

Permasalahan
Berdasarkan paparan tersebut, permasalahan yang di kemukakan dalam tulisan ini adalah bagaimana implementasi pembelajaran kontesktual pada materi penginderaan jauh?
Pembahasan
1.    Deskripsi Tentang Pembelajaran Kontektual
Belajar inderaja diharapkan mampu memberi pengalaman berkesan bagi siswa. Untuk itu proses pembelajaran tidak hanya menyertakan otak atau kemampuan kognitif, tetapi tangan, kaki, mata, dan indera lain juga terlibat secara aktif sehingga kebermaknaan pengalaman belajar betul-betul dirasakan siswa. Wina Sanjaya (2008) mendefinisikan pengalaman belajar (learning experiences) sebagai sejumlah aktivitas siswa yang dilakukan untuk memperoleh informasi dan kompetensi baru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada delapan tipe pengalaman belajar yang digagas oleh Gagne (1991), yaitu:
a.    Belajar signal, yaitu belajar melalui isyarat atau tanda.
b.    Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu pengalaman belajar yang terarah.
c.    Pengalaman belajar yang membentuk rangkaian (chaining), yaitu belajar merangkai atau menghubungkan gejala atau faktor sehingga menjadi satu kesatuan rangkaian yang utuh.
d.    Belajar asosiasi verbal, yaitu pengalaman belajar dengan kata-kata manakala menerima perangsang.
e.    Belajar membedakan atau deskriminasi, yakni pengalaman belajar mengenal sesuatu karena ciri-ciri yang memiliki kekhasan tertentu.
f.    Belajar konsep, yaitu pengalaman belajar dengan menentukan ciri atau atribut dari objek yang dipelajarinya sehingga objek tersebut ditempatkan dalam klasifikasi tertentu.
g.    Belajar aturan atau hukum, yaitu pengalaman belajar dengan menghubungkan konsep-konsep.
h.    Belajar problem solving, yaitu pengalaman belajar untuk memecahkan sesuatu persoalan melalui penggabungan beberapa kaidah atau aturan.
Pengalaman belajar menurut Jean Piaget berlangsung dalam diri individu melalui proses konstruksi pengetahuan. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti gurunya, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu melalui aktivitas belajar yang melibatkan individu secara utuh melalui pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL).
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Belajar tidak hanya menghafal, tetapi merekonstruksi atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya.
Center for Occupational Research (COR) menjabarkan CTL menjadi lima konsep bawahan, yaitu relating, experiencing, applying, coorperating, dan transferring. Kelima konsep tersebut jika dipaparkan secara detail akan mencerminkan karakteristik CTL, yaitu:
a.    Pembelajaran dilaksanakan dilaksanakan dalam konteks autentik yang yang mengarah pada ketercapaian keterampilan dalam kehidupan nyata.
b.    Pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
c.    Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
d.    Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi.
e.    Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antar satu dengan lain secara mendalam.
f.    Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
g.    Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Kata kunci yang melekat sebagai karakteristk CTL menurut Nurhadi (2002) adalah kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.
CTL merupakan salah satu pendekatan yang direkomendasikan untuk dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas untuk memberi efek pengalaman belajar optimal kepada siswa. Hal tersebut dapat dipahami karena di dalam CTL melibatkan tujuh komponen utama, yaitu constructivisme (membangun), questioning (bertanya), inquiry (mencari), learning community (masyarakat belajar), modelling (pemodelan), reflection (umpan balik), dan authentic assessment (penilaian sebenarnya).
Chaedar Al Wasilah (2008) menawarkan tujuh strategi yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran CTL, yaitu pengajaran berbasis problem, menggunakan konteks yang beragam, mempertimbangkan kebinekaan siswa, memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, belajar melalui kolaborasi, menggunakan penilaian autentik, dan mengejar standar tinggi.
Mengajarkan materi inderaja dapat menggunakan pendekatan CTL. Agar CTL berlangsung dengan baik, John A. Zahorik (1995) dalam Masnur Muslich (2008) mengingatkan beberapa elemen yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu:
a.    Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
b.    Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian mempelajari detailnya.
c.    Pemahaman pengetahuan dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain, dan mengembangkan konsep tersebut.
d.    Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
e.    Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
2.    Konsep Dasar Inderaja dan Kedudukannya dalam KTSP
Definisi tentang penginderaan jauh (inderaja) lebih menekankan pada dua aspek mendasar, yaitu seni di satu sisi dan teknik pada sisi yang lain. Lillesand dan Kiefer (1979) mendefinisikan inderaja (remote sensing) sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena dengan jalan analisis data yang diperoleh melalui alat perekam (sensor) yang menggunakan gelombang elektromagnetik sebagai media perantaranya tanpa menyentuh obyek.
Menurut Lindgren (1985) inderaja yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Inderaja (remote sensing) adalah penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diintepretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna (Curran, 1985).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa inderaja adalah ilmu, seni, dan teknik untuk mendapat informasi permukaan bumi dengan cara menganalisis gambaran permukaan bumi tanpa kontak langsung dengan obyek permukaan bumi tersebut. Inderaja dalam kehidupan sehari-hari dapat dideskripsikan sebagai pengamatan terhadap objek oleh seseorang, dimana orang tersebut tidak menyentuh objek secara langsung.
Jika seseorang berada di atas permukaan bumi, maka dia akan melihat bagaimana kondisi permukaan bumi. Dia dapat menyaksikan deretan pohon, rumah, dan objek lain yang kebetulan dia amati. Namun demikian jika dia tidak melakukan analisis terhadap apa yang telah diamati, maka proses definisi inderaja jauh tidak langkap karena deskripsi inderaja adalah ilmu, seni dan teknik yang menggabungkan antara perasaan, analisis dan penarikan kesimpulan terhadap objek permukaan bumi tanpa kontak secara langsung.
Dalam inderaja, terdapat beberapa komponen yang saling berhubungan, yaitu tenaga, atmosfer, objek, interaksi tenaga dengan objek, sensor, perolehan data, dan pengguna. Komponen-komponen tersebut mempunyai keterkaitan yang saling menguatkan sehingga inderaja sebagai ilmu, seni, dan teknik dapat memberi manfaat bagi proses pembangunan, khususnya dibidang pengelolaan ruang permukaan bumi.
Secara umum hasil teknologi inderaja dibedakan menjadi dua, yaitu citra foto dan citra non foto. Citra foto merupakan hasil teknologi inderaja yang berupa data visual. Citra foto dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.    Berdasarkan spektrum elektromagnetik, terdiri dari foto ultraviolet, foto ortokromatik, foto nonkromatik, foto inframerah asli, dan foto inframerah modifikasi.
b.    Berdasarkan sistem wahana yang digunakan, terdiri dari foto udara dan citra satelit atau orbithal.
c.    Berdasarkan jumlah dan jenis kamera yang digunakan, terdiri dari foto tunggal dan foto jamak.
d.    Berdasarkan sumbu kamera, terdiri dari foto vertikal, foto agak condong,dan  foto sangat condong.
e.    Berdasarkan warna yang digunakan, terdiri dari foto warna semu (false color), dan foto warna asli (true color).
Citra non-foto adalah gambaran yang dihasilkan dengan menggunakan sensor bukan kamera. Citra non-foto dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.    Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan, terdiri dari citra inframerah termal dan citra gelombang mikro.
b.    Berdasarkan sumber sensor yang digunakan, terdiri dari citra tunggal dan citra multispectral.
c.    Berdasarkan wahana yang digunakan, terdiri dari citra dirgantara dan citra satelit.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Kompetensi Dasar dinyatakan bahwa mata pelajaran Geografi diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman  mempengaruhi persepsi manusia  tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan ekologis. Pada tingkat pendidikan dasar mata pelajaran Geografi diberikan sebagai bagian integral dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.
Tujuan mata pelajaran Geografi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan a) memahami pola spasial, lingkungan dan kewilayahan serta proses yang berkaitan, b) menguasai keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi, dan c) menampilkan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap keragaman budaya masyarakat.
Salah satu ruang lingkup mata pelajaran Geografi adalah pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra penginderaan jauh. Adapun materi inderaja diberikan kepada siswa kelas XII Program Ilmu Sosial.
3.    Implementasi Pembelajaran Kontekstual Pada Materi Inderaja
Bagi siswa SMA, khususnya kelas XII Program Ilmu Sosial, inderaja tidak sekedar media pembelajaran, tetapi secara khusus siswa diajak untuk mengenal tentang inderaja. Siswa diajak untuk mengetahui sisi konsep, sistem kerja, sampai bagaimana melakukan intepretasi terhadap produk inderaja. Siswa dituntut mampu membedakan antara gedung sekolah dengan kantor pemerintahan, antara semak-semak dengan perkebunan tebu, dan sebagainya. Pada gilirannya, guru dituntut cerdas menyampaikan materi inderaja menggunakan pendekatan sederhana, tidak rumit, mudah dipahami, murah, ringan, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa.
Dilihat dari materinya dapat dinyatakan bahwa inderaja bersifat teknis dan cenderung kearah ilmu-ilmu teknik, sehingga jika diberikan kepada siswa program ilmu sosial sebenarnya mengandung kekhawatiran. Kekhawatiran yang muncul adalah pertama, siswa kesulitan memahami konsep dasar inderaja, apalagi menerapkan atau mempraktekannya. Harus diakui materi inderaja cukup sulit, dan materi ini relatif baru, dimana tidak semua guru geografi pernah menerima. Jika materi tersebut lebih bersifat teknik, maka semangat anak sosial pasti terbatas, karena materi ini dianggap bukan wilayah belajar mereka.
Kedua, materi ini membutuhkan visualisasi yang cukup. Tidak semua sekolah mempunyai contoh yang pas untuk menjelaskan materi tersebut. Citra satelit sebagai salah satu contoh inderaja tidak semua dimiliki oleh siswa, sehingga guru dituntut kerja ekstra untuk menjelaskan materi tersebut kepada siswa. Dapat dibayangkan bagaimana guru menjelaskan konsep inderaja kepada siswa program Ilmu Sosial tanpa peralatan yang memadai.
Namun demikian ada celah yang bisa dilakukan oleh guru geografi dalam menyampaikan materi inderaja dengan pendekatan kontekstual. Baik karakteristik, komponen, maupun strategi yang ditempuh, pembelajaran kontekstual tidak mensyaratkan penggunaan teknologi atau peralatan yang rumit. Guru hanya dituntut cerdas dalam menggali sumber belajar yang ada disekitarnya. Menurut Winataputra, sumber belajar terdiri dari manusia, buku/perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan.
Bagi guru-guru yang mengajar SMA di Kota Semarang dan sekitarnya, penggunaan menara Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual. Pertimbangan sederhananya adalah menara MAJT punya ketinggian 99 meter dan terbuka bagi masyarakat umum untuk melihat landascape Kota Semarang.
Dari menara tersebut bentanglahan sebagian Kota Semarang dapat diamati secara jelas. Lekuk Sungai Banjir Kanal Timur terlihat jelas, pusat-pusat pemukiman di sekitar menara juga dapat dilihat dengan jelas. Penggunaan lahan juga dapat dilihat dengan mata telanjang. Ini karena ketinggian menara mampu mendukung pandangan pengunjung. Inilah prasyarat sebagai pendukung pembelajaran kontekstual, yaitu mengkaitkan antara materi pelajaran dengan kehidupan sebenarnya. Di tempat ini siswa dapat menyaksikan landscape Kota Semarang, kemudian dapat membandingkan dengan ketika siswa melihat contoh inderaja berupa citra satelit dan foto udara.
Ada beberapa tahap yang harus ditempuh dalam pembelajaran kontekstual pada materi inderaja menggunakan media menara MAJT, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan. Persiapan merupakan serangkaian kegiatan berupa perencanaan yang dilakukan guru dan siswa untuk menyusun kegiatan yang akan dilakukan. Pada tahapan ini direncanakan waktu, siswa yang terlibat, pembagian kelompok, tugas-tugas yang harus dikerjakan, peralatan yang dipersiapkan, sampai dana yang dibutuhkan.
Tahap berikutnya adalah pelaksanaan. Pada tahap ini siswa sudah dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing anggotanya sudah mempunyai tugas dan tanggungjawab masing-masing, selanjutnya siswa dipersilahkan untuk melakukan kegiatan masing-masing, yaitu:
a.    Masing-masing kelompok berkoordinasi. Segala perlengkapan diperiksa untuk memastikan seluruh anggota dapat mengambil gambar/ memotret landscape Kota Semarang dari menara MAJT.
b.    Secara bergiliran masing-masing kelompok mengambil gambar landscape Kota Semarang baik arah utara, timur, selatan, maupun barat dari posisi menara. Sebagian siswa juga dipersilahkan untuk melakukan pengamatan dan mencatat segala sesuatu yang dianggap penting.
c.    Masing-masing kelompok berkumpul untuk mendiskusikan kegiatan yang telah dilakukan.
Tahap ketiga adalah tahap pasca pelaksanaan. Pada tahap ini ada dua alternatif yang dapat dilakukan. Pertama, gambar pemotretan yang telah dilakukan oleh siswa dipilih, dicetak, dianalisis, dan dibuat peta sederhana tentang penggunaan lahan Kota Semarang. Kemudian siswa ditugaskan membuat intepretasi dalam bentuk deskripsi terhadap landscape Kota Semarang. Tugas tersebut tetap dilaksanakan oleh masing-masing kelompok.
Kedua, Secara berkelompok siswa langsung diberi penugasan untuk membuat intepretasi dalam bentuk deskripsi berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari menara MAJT. Tugas tersebut tetap dilaksanakan oleh masing-masing kelompok.
Kegiatan belajar materi inderaja di menara MAJT nampaknya sangat sederhana karena yang muncul adalah kesan bermain, santai berpotret ria dan kegiatan ringan lain. Namun demikian, jika dikaitkan dengan karakteristik CTL, kegiatan tersebut merupakan salah satu contoh bentuk pembelajaran yang berusaha memanfaatkan lingkungan sekitar untuk mempelajari materi inderaja.
Komponen utama CTL yang berupa constructivisme (membangun) dapat ditemukan ketika secara aktif siswa terlibat dalam kegiatan perencanaan, pengambilan gambar, mengamati landscape Kota Semarang, dan mendeskripsikan hasil pengamatan. Komponen questioning (bertanya), dapat ditemukan dari hasil perbincangan antar siswa maupun antara siswa dengan guru. Siswa yang melakukan pengamatan punya kesempatan untuk bertanya kepada guru. Komponen inquiry (mencari), terwujud pada saat siswa melakukan pemotretan atau pengambilan gambar dan melalui pengamatan, dimana siswa akan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Komponen learning community (masyarakat belajar) ditemukan pada saat siswa bersama-sama bekerja dalam satu kelompok. Melalui kegiatan pengamatan tukar informasi akan berlangsung, baik antar siswa maupun siswa dengan guru. Komponen modelling (pemodelan) tergali ketika guru memberikan beberapa tugas dan arahan, kemudian siswa melakukan kegiatan yang telah direncanakan.
Komponen reflection (umpan balik) secara nyata akan muncul manakala siswa bertanya kepada guru tentang fenomena yang diamati. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab oleh guru, sehingga komunikasi dua arah akan terbangun dengan baik. Sementara komponen authentic assessment (penilaian) sebenarnya dapat dilakukan oleh guru berdasarkan partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan, dan pengamatan yang dilakukan terhadap hasil pekerjaan siswa. Guru juga dapat melakukan tanya jawab untuk menggali hasil kegiatan tersebut sebagai modal melakukan penilaian autentik.
Penutup
Belajar inderaja diharapkan mampu memberi pengalaman berkesan bagi siswa. Untuk itu proses pembelajaran tidak hanya menyertakan otak atau kemampuan kognitif, tetapi tangan, kaki, mata, dan indera lain juga terlibat secara aktif sehingga kebermaknaan pengalaman belajar betul-betul dirasakan siswa. Untuk itulah perlu dilaksanakan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual bukan teks yang tidak bisa dimodifikasi. Pembelajaran kontekstual memberi ruang kreatifitas kepada guru untuk mengembangkan pembelajaran dari teoritis menjadi praktis, dari membosankan menjadi menyenangkan, dari berbasis individu ke kelompok.
Guru adalah dalang yang baik, artinya segala keterbatasan yang ada tidak menjadi alasan untuk melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Dalam pembelajaran geografi, pemanfaatan MAJT sebagai sumber belajar belajar adalah alternatif pembelajaran yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran kontekstual sehingga mendukung siswa lebih mudah memahami, khususnya materi inderaja. Sebab dalam pemanfaatan MAJT siswa secara nyata berhadapan dengan dunia kehidupan yang betul-betul ada. Melalui pembelajaran tersebut komponen pembelajaran kontekstual yang terdiri dari constructivisme, questioning, inquiry, learning community, modelling, reflection, dan authentic assessment dapat diwujudkan.

Daftar Pustaka
Elaine. B. Johnson. 2008. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan belajar mengajar Mengasikkan dan Bermakna.Bandung. MLC
Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran Visioner: perpaduan Indonesia Malaysia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Masnur Muslich. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta. Bumi Aksara
Mulyadi, K, dkk. 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra: Buku Pengantar Penginderaan Jauh Bagi Kalangan Pendidik, Praktisi dan Ilmuwan Berbagai Bidang.Semarang. LAPAN-Geografi Unnes
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 1 (revisi). Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Wina Sanjaya. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta. Kencana

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design