Feb 9, 2012

Definisi dan Potensi Bencana

Definisi Bencana

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007).Bencana merupakan pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang di picu oleh suatu kejadian.

Posisi Geografis Indonesia
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, memiliki lebih dari 128 gunung berapi aktif, dan sekitar 150 sungai, baik besar maupun kecil, yang melintasui wilayah padat penduduk.Danau toba yang terkenal itupun sebetulnya sebuah Caldera atau lubang dipermukaan bumi yang diakibatkan oleh gempa vulkanik. Bila luas danau toba mencapai 100 kilometer persegi, bisa dibayangkan betapa besar gempa tersebut, yang konon terjadi sekitar 74000 tahun lalu.

Coba kita ingat beberapa catatan bencana alam besar yang pernah di alami negeri tercinta ini.
  1. 1815, Gunung tambora meletus. Jumlah korban saat itu tidak tercatat dengan baik, namun dapat dipastikan melebihi jumlah korban letusan gunung krakatau. 
  2. 1883 Gunung krakatau meletus, mengakibatkan tsunami dan menghilangkan lebih dari 36000 jiwa. Letusan ini menjadi catatan sejarah dunia tersendiri karena tsunami yang diakibatkan mencapai hingga Hawaii dan Amerika Selatan.
  3. 1930Gunung merapi meletus. Mengakibatkan 1300 orang harus kehilangan nyawa.
  4. 1963Gunung Agung Meletus. Menewaskan sekitar 1000 jiwa.
  5. 2004Gempa dan Tsunami melumatkan aceh dan kawasan sekitarnya serta menewaskan sekitar 170 ribu jiwa, jumlah terbesar yang tercatat dalam sejarah modern bencana alam indonesia.
  6. 2005Gempa di Nias ­ Sumatera tanggal 28 Maret 2005 mengakibatkan sekitar 1000 orang meninggal. 
  7. 2006Gempa di Yogyakarta, menewaskan sekitar 5.782 jiwa.
  8. 2007Gempa di Bengkulu - Sumatera tanggal 12 september 2007 yang mengakibatkan sekitar 70 penduduk tewas.

Itu semua belum termasuk bencana banjir, tanah longsor, angin topan dan sebagainya. Dan yang penting harus tertanam dibenak kita, bencana bukan hanya bencana alam, bencana dapat terjadi karena faktor alam maupun non alam seperti budaya, agama, dan tentu saja manusia. Di indonesia, risiko bencana dapat disebabkna oleh faktor geologis (gempa, tsunami, letusan gunung berapi), Hydrometeorologis (bnajir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), biologis (wabah penyakit, penyakit tanaman, penyakit ternak, hama tanaman), kegagalan teknologi (kecelakaan industri dan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia), dan faktor sosial politik (konflik horisontal, terorisme, ideologi, religi).

Potensi Ancaman Bencana
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain:
  1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation).
  2. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana.
  3. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa - Nusa Tenggara – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600–2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600–2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konfl ik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Catatan
Materi ini diambil dari www.bnpb.go.id

Feb 1, 2012

MANAJEMEN BENCANA BERBASIS INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MEWUJUDKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG HARMONIS DENGAN ALAM DI INDONESIA

Oleh:
Prof.Dr. Suratman Worosuprojo M.Sc
(Ketua Umum IGI, Dekan Fakultas Geografi UGM)

Assalamualaikum Wr. Wb.
Kodrat Geografis Indonesia
 Indonesia memiliki kodrat geografis sebagai Negara kepulauan/maritim, beriklim tropik, dengan keberagaman ekosistem, sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya, bahasa, suku, agama, dan bencana (multihazard). Kodrat geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan modal dasar dalam pembangunan Nasional untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat sejahtera, damai, aman, bahagia secara berkelanjutan. Keberagaman potensi dan masalah yang harus dikelola oleh pemerintah bersama masyarakat dan para stakeholder tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor geografis seperti geologis, geomorfologis, iklim, hidrologis, tanah, penutup lahan serta aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Berbasis analisis geografis dapat dipahami bahwa dibalik potensi alam di Indonesia yang kaya dan subur, tersimpan pula risiko bencana alam dan konflik sosial. Pengelolaan sumber daya alam selalu terkait dengan perubahan ekosistem dan dampak negatifnya pada sosial, ekonomi, keamanan, dan kesehatan. Dengan demikian, konsep pengelolaan sumber daya harus berwawasan lingkungan serta berbasis kearifan lokal agar kerusakan lingkungan dan bencana dapat terkendali. Beberapa kesalahan dalam pengelolaan pembangunan di Indonesia berdampak pada kerusakan lingkungan dan bencana alam. Bencana alam akibat penambangan, pembalakan hutan, permukiman di kawasan lindung, dan kegiatan lainnya telah menyebabkan terjadinya bencana banjir, longsor, kebakaran hutan, bencana lumpur dan kekeringan. Bencana alam lainnya seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, puting beliung membuktikan bahwa Indonesia Negara multihazard yang harus disikapi dan diwaspadai. Negara Indonesia yang memiliki aspek geosfer yang amat kompleks memerlukan informasi spasial potensi dan masalah sumber daya dalam berbagai skala dan waktu.

Masalah Bencana di Indonesia
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UURI 24/2007 pasal 1 butir 1). Bencana dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor penyebabnya: (1) Faktor Alam, contoh gempa bumi, tsunami, banjir, erupsi gunung api, longsor, angin ribut, hama, wabah penyakit, kejadian antariksa. (2) Faktor Nonalam, contoh kebakaran hutan/lahan, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, pencemaran lingungan. (3) Faktor Manusia, contoh kerusuhan sosial, konflik terror, dll. Bencana yang ada di Indonesia sangat kompleks dan hampir semua jenis bencana tejadi dengan intensitas dan sebaran yang bervariasi. Akibat bencana alam yang terjadi meliputi: a) kerusakan fisik dan lingkungan, b) korban jiwa dan harta, c) kerusakan sumberdaya alam, d) masalah ekonomi dan sosial, e) keresahan dan keamanan, f) stress/sakit jiwa, g) kerusakan infrastruktur wilayah.

Manajemen Bencana Berbasis Informasi Geografi
Berdasarkan besarnya potensi bencana yang dapat terjadi, maka sangat diperlukan rencana strategis dan komprehensif untuk penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Pembagian fase manajemen bencana mencakup 6 fase yaitu: (1) Fase Mitigasi (mitigation), (2) Fase Kesiapsiagaan (preparedness); termasuk peringatan dini. (3) Fase Tanggap darurat (response), pertolongan (relief), (4) Rehabilitasi pemulihan/recovery), (5) Rekonstruksi (pembangunan/development), (6) Fase Pencegahan.

Mitigasi bencana dapat dibedakan menjadi 2 pendekatan yakni:
1.      Mitigasi Struktural (pembangunan fisik) yang terdiri dari: a) Penataan Ruang: konservasi hutan mangrove, hutan pantai, terumbu karang, gumuk pasir, b) Pembangunan Infrastruktur: pembangunan rumah aman gempa, tanggul laut, pemecah gelombang talud tebing, rumah panggung, dll,
2.      Mitigasi nonstruktural (penyadaran & peningkatan kemampuan masyarakat) yang terdiri dari: a) Pendidikan dan pelatihan, (b) Penyuluhan/sosialisasi, (c) Simulasi/gladi lapangan.

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.
1.    Tahap sebelum kejadian ( Pra-bencana); terdiri dari kewaspadaan dan kesiapsiagaan: a. Pembacaan tanda-tanda alam; dengan cara: - Dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), contoh 1) pemetaan bencana, 2) sistem deteksi, 3) sistem peringatan dini, dan 4) sistem informasi kilat. - Secara Alamiah, contoh mengenali: 1) perubahan suhu,2) embusan angin, 3) sifat gelombang, 4) perilaku hewan, dan tanda-tanda lain. b. Persiapan fisik dan mental - Antisipasi Prasarana Fisik, contoh pembuatan jalur pengungsian, penyediaan tempat pengungsian, sistem trans & evakuasi, penyediaan air bersih (MCK), penyediaan makanan & obat, penyediaan tenda, tandu, tikar, dll - Sosialisasi Penanggulangan Bencana; contohnya 1) kenal dan sadar bencana, 2) penggalangan komitmen, 3) perencanaan penanggulangan, 4) penyuluhan pelatihan gladi lapangan.

2.    Tahap saat kejadian (saat bencana): kesigapan tanggap darurat. Terdiri dari a) Penyelamatan diri dan b) Bertahan hidup (survival).
3.    Tahap Setelah kejadian ( Pasca bencana); semangat dan kegigihan
a. Perbaikan (rehabilitasi), mencakup 2 hal: (- Rehabilitasi Orang (korban), contoh: 1) mental/kejiwaan, 2) fisik/kesehatan, 3) kegiatan keseharian, 4) mobilitas social), (- Rehabilitasi Fasilitas Fisik, contoh: 1) hunian sementara, 2) sanitasi, 3) fasilitas keseharian, 4) prasarana mobilitas. b. Pembangunan kembali (rekonstruksi), mencakup 2 hal: - Rekonstruksi Fisik; contoh 1) rumah & lingkungan, 2) prasarana transport, 3) prasarana ekonomi, 4) prasaran pendidikan, 5) prasarana ibadah - Rekonstruksi Non-fisik; contoh 1) tekad, 2) semangat, 3) keuletan, 4) kegigihan,5) kebersamaan.
Macam informasi bencana yang diperlukan dalam manajemen bencana adalah: a) kerawanan (susceptibility), b) bahaya (hazard), c) bencana (disaster), d) risiko (risk), e) tata ruang berbasis bencana, f) infrastruktur pendukung evakuasi, g) sosialisasi dan pelatihan. Informasi bencana dapat diperoleh dengan pemanfaatan Penginderaan Jauh dan GIS Pendekatan survei dapat diterapkan untuk menyusun peta informasi bencana seperti: a) Ramalan Hidrologi/Iklim (banjir, kekeringan, angin ribut, gelombang pasang, kebakaran hutan), b) Ramalan Geomorfologi/Geologi (tanah longsor, gempa bumi, tsunami, letusan).
Pendekatan Triple C (Cartography, Communication, Community) telah berhasil diterapkan dalam manajemen bencana gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006.

Geograf Penggerak Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana.
Berdasarkan fakta masalah kehidupan dan lingkungan, yang dihadapi oleh berbagai wilayah Negara di dunia, maka disepakati untuk melaksanakan program MDGs (Millennium Development Goals). Masalah global warming, pertumbuhan penduduk dunia, kemiskinan, pengangguran, kesehatan, kerusakan lingkungan dan bencana merupakan agenda yang penting bagi geograf. Solusi cerdas untuk menyukseskan program MDGs terkait dengan bidang geografi adalah mengembangkan model transfer ilmu pengetahuan melalui wadah Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) dan SWALIBA (Sekolah Berwawasan Lingkungan dan Mitigasi Bencana). Dalam kurikulum nasional materi kajian geografi mencakup aspek geosfer, hubungan manusia dengan alam, lingkungan dan mitigasi bencana, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Objek kajian geografi perlu diimplementasikan di sekolah dan Perguruan Tinggi sebagai upaya mewujudkan manusia yang berkarakter cinta wilayah, tanah air, mampu melestarikan lingkungan dan mereduksi risiko bencana.
Manajemen KLMB dan SWALIBA mempunyai visi terwujudnya pendidikan unggul bidang lingkungan dan bencana untuk kehidupan yang sejahtera. Strategi memasyarakatkan informasi dan pengetahuan tentang bencana, lingkungan, tata ruang, peta kebencanaan, kelembagaan dan manjemen bencana dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, pelatihan, seminar/ workshop yang difasilitasi oleh guru/dosen, siswa, dan mahasiswa. Organisasi geografi seperti IGI, MGMP Geografi, IMAHAGI, dan organisasi lainnya mempunyai tanggung-jawab dalam penyelamatan kehidupan di muka bumi dari berbagai ancaman termasuk bencana.
Belajar dari bencana gempa dan tsunami di Aceh, Yogyakarta, Padang, dan luar negeri; bencana gunung api Merapi, Krakatau, Bromo, Gamalama; bencana banjir, longsor, puting beliung di beberapa wilayah di Indonesia, maka peran geograf untuk bekerjasama dalam pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat sangat diperlukan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Penyusunan Atlas lingkungan dan bencana di seluruh wilayah di Indonesia dapat membantu pendidikan geografi kebencanaan. Pendidikan geografi kebencanaan di sekolah dan Perguruan Tinggi, program Desa Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana dapat dikembangkan sebagai model manajemen bencana berbasis komunitas. Dengan model manajemen bencana berbasis sekolah dan komunitas, maka informasi geospasial, database spasial pendukung manajemen bencana perlu disusun secara sistematik untuk pelayanan pada masyarakat, khususnya di kawasan bencana.

Menumbuhkan Masyarakat Damai dan Harmonis dengan Alam
Bumi diciptakan oleh Allah SWT untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akherat dengan cara mengelola dan menjaga sumber-sumber kehidupan secara lestari dan berkelanjutan. Spirit hidup manusia untuk memanfaatkan potensi sumber kehidupan seoptimal mungkin, dengan prinsip pemanfaatan yang lestari. Sejarah kehidupan manusia dibarengi dengan perkembangan budaya, sosial, pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan pengelolaan alam dan lingkungannya. Prinsip hidup harmonis dengan alam telah menjadi urat budaya bangsa Indonesia dimasa lalu. Beberapa nilai Filosofis yang ada seperti “Memayu Hayuning Bawono”, “Gemi, nastiti, ngati-ati”, prinsip Sasi, THK di Bali dan masih banyak nilai kearifan lokal yang amat berharga dalam mewujudkan harmonisasi hidup manusia dengan alamnya.
Pendidikan geografi mempunyai pemaknaan hidup membentuk jiwa yang berkarakter mulia. Geografi sebagai ilmu yang fokus pada objek ruang, wilayah, lingkungan dalam hubunganya dengan kehidupan. Kompetensi pendidikan geografi membentuk manusia cinta wilayah tanah air dan mampu melestarikan hubungan harmonis alam dengan manusia beserta sumber kehidupannya. Kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam serta meningkatnya bencana akibat ulah manusia dan pembangunan di beberapa wilayah di Indonesia dan di dunia, merupakan bukti ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alamnya.
Prinsip hidup harmonis dengan alam secara geografis seharusnya manusia dapat memahami karakter dan perilaku alam di mana manusia bertempat tinggal. Teori hidup beradaptasi dan melestarikan lingkungan adalah suatu pilihan yang tepat. Bagaimana manusia hidup daerah yang sering banjir, kering, pasang surut, erupsi dan gempa. Upaya menumbuhkan semangat hidup ramah pada lingkungan dan bencana dapat dilakukan melalui (1) mempelajari informasi spasial kawasan rawan bencana, (2) beradaptasi hidup di kawasan rawan bencana, (3) bila tidak layak huni sebaiknya pindah di tempat yang layak, (4) tanggap bila terjadi bencana, (5) tata ruang dan guna lahan yang berbasis bencana, (6) penguatan sistem manajemen bencana.
Pengetahuan geografi perlu disosialisasikan ke masyarakat melalui pemanfaatan berbagai peta kebencanaan dan aplikasinya. Guru, dosen, siswa mahasiswa geografi dan pakar kebencanaan berkewajiban menumbuh–kembangkan penerapan pengetahuan geografi kebencanaan. Konsep Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) serta SWALIBA sebagai solusi pendidikan formal dan informal dalam membangun masyarakat Indonesia damai, harmonis dengan alam lingkungan dan bencana.

Penutup.
Indonesia berstatus sebagai negara multihazard yang memerlukan pengelolaan khusus dalam tata kehidupan dan pembangunan. Manajemen bencana berbasis informasi geografis, peta, atlas, penginderaan jauh yang berciri spasial-ekologis sangat penting untuk pengurangan risiko bencana. Klinik lingkungan dan mitigasi bencana serta SWALIBA merupakan program cerdas kreatif untuk geograf dapat menumbuhkan kehidupan masyarakat yang harmonis damai dengan alam dan bencana. Model desa binaan klinik lingkungan dan mitigasi bencana dapat dilakukan dengan pendekatan komunitas melalui Triple C (Cartography, Communication, Community).

Wassalamulaikum Wr. Wb.

Catatan
Makalah ini telah disampaikan pada Seminar Nasional SIG dan PJ Fakultas Geografi UMS Tanggal 21 Januari 2012

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design