DEPOK, KOMPAS.com — Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Firmanzah resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Manajemen Stratejik, Rabu (18/8/2010) sore di Balai Sidang UI. Firmanzah menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul "Coordination-Capability dan Daya Saing Nasional: Peran ’Boundary-Spanner’ dalam Prespektif Struktural-Interaksionisme".
Firmanzah adalah Dekan FEUI sejak 2009 dan merupakan dekan termuda dalam sejarah UI. Pria 34 tahun ini menyelesaikan S-1 di FEUI, kemudian melanjutkan program magister-nya di UI dan University Pierre Mendes-Grenoble (Perancis). Ia meraih gelar PhD dalam bidang manajemen stratejik internasional dari University of Pau et Pays de l’ Adour (Perancis). Saat ini, Firmanzah tercatat sebagai Guru Besar pertama dari jalur BHMN UI.
Firmanzah mengemukakan, fokus studinya pada peran boundary-spanner untuk melakukan koordinasi antarunit sangatlah penting. Kemampuan boundary-spanner untuk secara aktif menjaga keterkaitan (linkage), kepercayaan (trust), kerja sama kelembagaan, berkomunikasi, dan menyelesaikan konflik kelembagaan akan sangat menentukan kualitas koordinasi antarunit.
Materialisasi dari tugas dan peran boundary-spanner adalah boundary-object yang berfungsi sebagai obyek medium dan perekat interaksi antarunit. Dengan demikian, kapabilitas koordinasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas boundary-spanner, tetapi juga oleh boundary-object yang mengambil bentuk seperti regulasi, kontrak, dan kesepakatan kerja.
"Penerimaan kolektif dari hal-hal tersebut berkorelasi positif terhadap hubungan interaksionisme dari unit-unit terkait. Begitu juga sebaliknya, terjaganya interaksi yang baik karena terdapat common-understanding dan koordinasi akan terbangun dan nantinya akan menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima oleh setiap unit. Kohesivitas antarunit akan mengurangi biaya transaksi dan menciptakan eksternalitas positif bagi lingkungan eksternal," ujarnya.
Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing Indonesia membutuhkan strategi penataan hubungan kelembagaan, baik itu di lembaga tingkat nasional, daerah, maupun industri. Menurut Firmanzah, pekerjaan ini merupakan tugas kolektif dari setiap elemen bangsa Indonesia. Karena pengalaman sejumlah negara seperti Finlandia, Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pembangunan daya saing nasional selalu dimulai dari perbaikan dan intesifikasi koordinasi kelembagaan.
"Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai boundary-spanner untuk berinteraksi dengan yang lain dalam membangun keterkaitan, komunikasi, dan kerja sama kelembagaan. Hanya dengan ini, daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui penggabungan semua sumber daya dan keunggulan nasional," ujar Firmanzah.
Firmanzah adalah Dekan FEUI sejak 2009 dan merupakan dekan termuda dalam sejarah UI. Pria 34 tahun ini menyelesaikan S-1 di FEUI, kemudian melanjutkan program magister-nya di UI dan University Pierre Mendes-Grenoble (Perancis). Ia meraih gelar PhD dalam bidang manajemen stratejik internasional dari University of Pau et Pays de l’ Adour (Perancis). Saat ini, Firmanzah tercatat sebagai Guru Besar pertama dari jalur BHMN UI.
Firmanzah mengemukakan, fokus studinya pada peran boundary-spanner untuk melakukan koordinasi antarunit sangatlah penting. Kemampuan boundary-spanner untuk secara aktif menjaga keterkaitan (linkage), kepercayaan (trust), kerja sama kelembagaan, berkomunikasi, dan menyelesaikan konflik kelembagaan akan sangat menentukan kualitas koordinasi antarunit.
Materialisasi dari tugas dan peran boundary-spanner adalah boundary-object yang berfungsi sebagai obyek medium dan perekat interaksi antarunit. Dengan demikian, kapabilitas koordinasi tidak hanya ditentukan oleh kualitas boundary-spanner, tetapi juga oleh boundary-object yang mengambil bentuk seperti regulasi, kontrak, dan kesepakatan kerja.
"Penerimaan kolektif dari hal-hal tersebut berkorelasi positif terhadap hubungan interaksionisme dari unit-unit terkait. Begitu juga sebaliknya, terjaganya interaksi yang baik karena terdapat common-understanding dan koordinasi akan terbangun dan nantinya akan menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima oleh setiap unit. Kohesivitas antarunit akan mengurangi biaya transaksi dan menciptakan eksternalitas positif bagi lingkungan eksternal," ujarnya.
Oleh karena itu, upaya meningkatkan daya saing Indonesia membutuhkan strategi penataan hubungan kelembagaan, baik itu di lembaga tingkat nasional, daerah, maupun industri. Menurut Firmanzah, pekerjaan ini merupakan tugas kolektif dari setiap elemen bangsa Indonesia. Karena pengalaman sejumlah negara seperti Finlandia, Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pembangunan daya saing nasional selalu dimulai dari perbaikan dan intesifikasi koordinasi kelembagaan.
"Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai boundary-spanner untuk berinteraksi dengan yang lain dalam membangun keterkaitan, komunikasi, dan kerja sama kelembagaan. Hanya dengan ini, daya saing Indonesia dapat ditingkatkan melalui penggabungan semua sumber daya dan keunggulan nasional," ujar Firmanzah.
3 komentar:
wih-wih pingin nie!!!!!!
mumpung masih muda, saudara masih punya kesempatan menyamai atau paling tidak mendekati salah satu tokoh kita ini. Asal tetap fokus.
bisa se sukses itu brarti pengorbananya jg tidak sedikit..
butuh kerja keras jg...
smga mhasiswa Unnes jga bisa menyusul....
Post a Comment