Kompas.com. Bagi
seorang Adi W. Taroepratjeka, menikmati secangkir kopi hangat adalah
salah satu ritual pagi yang sangat menyenangkan. Apalagi kali ini ia
ditemani dengan pemandangan indah Danau Toba. Setelah menghabiskan
tegukan terakhir, Adi siap untuk memulai penjelajahan menguak keunikan
kopi dari daerah Toba Samosir.
Sudah lama daerah
Toba Samosir menjadi lumbung penghasil kopi Arabika. Sangat disayangkan
sebagian besar kopi dari daerah ini dijual ke daerah Siborong-Borong.
Setelah berpindah tempat, nama kopi Arabika tersebut kini berubah
menjadi kopi Linthong. Namun kini sebagian petani kopi Toba Samosir
mulai memperkuat identitas kopi yang menjadi hasil jerih payah mereka
itu.
Salah satu petani
Toba Samosir yang berani melawan arus adalah Pendi. Beliau adalah
seorang petani kopi yang sukses. Sejak tahun 2005 Pendi bersama dengan
para petani dari 27 kelompok tani dan 3 kecamatan di Toba Samosir tak
lagi menjual kopinya ke daerah Linthong. Mereka mengambil resiko dengan
menjual langsung kopi mereka ke pihak eksportir. Sesuai dengan tanah
kelahirannya, kopi-kopi tersebut diberi nama kopi Toba Samosir.
Pendi mengajak Adi
untuk berkunjung ke kebun kopi yang dikelola oleh salah satu anggota
kelompok taninya, yaitu Ibu Boru Sinaga. Kebun yang terletak di Desa
Motung ini mampu menghasilkan 250 kilogram kopi merah setiap minggunya
saat musim panen tiba.
Ibu Boru Sinaga
telah menanam kopi selama tujuh belas tahun, bahkan ada pohon kopinya
yang berusia lima belas tahun. Di usia yang terbilang cukup tua,
seharusnya pohon tersebut tak lagi produktif, namun bisa diperpanjang
dengan memberikan pupuk kompos satu kali setiap enam bulan.
Kemudian apa yang
terjadi pada semua hasil panen tersebut? Ada yang dijual dalam bentuk
gelondong kopi merah dan sebagian diproses menjadi kopi asalan atau kopi
labu. Kopi labu merupakan kopi yang telah melalui proses pengelupasan
kulit majemuk, fermentasi selama 24 jam dan penjemuran hingga kadar
airnya menyusut hingga 40 – 45 persen.
Setelah mencapai
kadar air tertentu, semua kopi labu akan dikupas dari kulit tanduknya.
Kopi-kopi tak berkulit tanduk ini disebut dengan nama kopi gabah. Berkat
proses yang cukup rumit inilah kopi-kopi dari daerah Toba Samosir serta
daerah lainnya memiliki karakter yang unik.
Lantas seperti apa
rasa yang dimiliki oleh kopi Toba Samosir? Ternyata kopi tersebut
memiliki rasa mint yang berasal dari tanah Toba Samosir yang dulunya
pernah digunakan sebagai lahan penanaman Pinus. Itulah kopi Toba Samosir
dengan segala keunikan yang dimilikinya.
0 komentar:
Post a Comment