Mar 13, 2012

Karakteristik dan Penanggulangan Bencana Kekeringan


Pengertian
Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Untuk memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut diuraikan klasifikasi kekeringan yang terjadi secara alamiah dan atau ulah manusia, sebagai berikut:
1.     Kekeringan Alamiah
-      Kekeringan Meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
-   Kekeringan Hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau d an elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakarr awal adanya kakeringan.
-   Kekeringan Pertanian berhubungan dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah yang luas, Kekeringan pertanian ini terjadi satelah gejala kekeringan meteorologi.
-   Kekeringan Sosial Ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditi ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat tarjadinya kakeringan meteorologi, hidrologi, dan pertanian.
2.     Kekeringan Antropagenik
Kekeringan yang disebabkan karma ketidak-taatan pada aturan terjadi karena:
-    Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan akibat ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam/pengunaan air.
-      Kerusakan kawasan tangkapan air, sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.

Penyebah
Dari data historis, kekeringan di Indonesia sangat berkaitan erat dengan fenomena ENSO (EI-Nino Southem Oscillation). Pengamatan dari tahun 1844, dari 43 kejadian kekeringan di Indonesia, hanya enam kejadian yang tidak berkaitan dengan kejadian. Namun demikian dampak kejadian El-Nino terhadap keragaman hujan di Indonesia beragam menurut lokasi. Pengaruh El-Nino kuat pada wilayah yang pengaruh sister monsoon kuat, lemah pada wilayah yang pengaruh sistem equatorial kuat, dan tidak jelas pada wilayah yang pengaruh lokal kuat. Pengaruh El-Nino lebih kuat pada musim kemarau dari pada musim hujan, Pengaruh El-Nino pada keragaman hujan memiliki beherapa pola:
-           Akhir musim kemarau mundur dari normal.
-           Awal masuk musim hujan mundur dan normal.
-           Curah hujan musim kemarau turun tajam dibanding normal.
-           Deret hari kering semakin panjang, knususnya di daerah Indonesia bagian timur.

Mekanisme Perusakan
Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan baik langsung maupun tidak langsung. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan tanah menjadi gundul yang pada saat musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir. Dampak dari bahaya kekeringan ini seringkali secara gradual/lambat„ sehingga jika tidak dimonitor secara terus menerus akan mengakibatkan bencana berupa hilangnya bahan pangan akibat tanaman pangan dan temak mati, petani kehilangan mata pencaharian, banyak orang kelaparan dan mati, sehingga berdampak urbanisasi.

Kajian Indikator Kekeringan
1)   Alamiah
a)  Kekeringan meteorologist/klimatologis.
Intensitas kekeringan menurut definisi meteorologis adalah: a) kering (curah hujan di bawah normal antara 70%-85%), b sangat kering (curah hujan jauh dibawah normal antara 50%-10%), dan c) amat kering (curah hujan amat jauh di bawah normal antara <50% dari normal).
b)  Kekeringan hidrologis.
Intensitas kekeringan menurut definisi hidrologis adalah: a) kering dengan debit air sungai  mencapai periode ulang aliran periode 5 tahunan, b) sangat kering dengan debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan, dan c) Amat sangat kering dengan debit air sungai mencapai periode     ulang aliran amat jauh di bawah periode 50 tahunan
c)  Kekeringan pertanian
Intensitas kekeringan       menurut definisi pertanian dinilai berdasarkan prosentase luas daun yang kering untuk tanannan padi meliputi: a) kering (terkena ringan s/d sedang) dengan prosentase daun kering ¼ daun kering dimulai pada bagian ujung daun, b) sangat kering (terkena berat) dengan prosentase daun kering ¼ - ⅔ daun kering dimulai pada bagian ujung daun, dan c) amat sangat kering (puso) dengan prosentase daun kering semua bagian daun kering.
Apabila dinilai dari segi penurunan produksi, terkena ringan s/d berat diperkirakan kahilangan hasil bisa mencapai 75% dengan rata-rata sekitar 50%, Dan puso apabila kehilangan hasil diatas 95%. Untuk kekeringan ditinjau dari kehutanan dinilai dari Keetch Byram Drough Index (KBDI):
-      Kering (Kekeringan rendah) : 0-999
-      Sangat kering ; 1000-1499
-      Amat sangat kering ≥1500
d)     Kekeringan sosial ekonomi.
Intensitas kekeringan menurut definisi sosial ekonomi dapat dinilai dari tingkat kerawananan pangan dengan klasifikasi sebagai berikut:
-       Kering
-       Sangat kering
-       Amat sangat kering
2)      Antropogenik
Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila :
-         Rawan apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 40%-50%
-         Sangar rawan : apabila tingkak penutupan tajuk (crowo cover) 20% - 40%
-         Amat sangat rawah: apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) di DAS< 20%.

Gejala Terjadinya Kekeringan
1.         Kekeringan berkaitan dengan menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
2.         Tahap kekeringan selanjutnya adalah terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah. Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
3.         Kekeringan pada lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandung,an air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada phase tertentu pada wilayah yang luas yang menyebabkan tanaman menjadi rusak/mongering.

Komponen Yang Terancam Bencana
1.    Komponen Sosial
-           Kekurangan pangan (menurunnya tingkat nutrisi, malnutrisi, kelaparan);
-           Kehilangan nyawa ;
-           Keamanan publik dari kebakaran hutan dan lahan petemakan/padang rumput ;
-           Konflik antar pengguna air ;
-           Penurunan kesehatan yang terkait dengan masalah debit air rendah (hilangnya aliran penggelontor untuk limbah, bertambahnya konsentrasi polusi, dll);
-           Ketidaksamaan atas distribusi dampak kekeringan/pertolongannya;
-           Menurunnya kondisi kehidupan di daerah perdesaan;
-           Bertambahnya kemiskinan ;
-           Menurunnya kualitas hidup ;
-           Ketegangan/kerusuhan social ;
-           Migrasi penduduk (dari pedesaan ke perkotaan).
2.    Komponen Ekonomi
-      Kehilangan dari produksi tanaman, meliputi a) Kehilangan produksi tahunan dan tanaman perennial, kerusakan pada kualitas tanaman, b) Penyebaran/berkembang-biaknya serangga, c) Penyakit tanaman, d) Kerusakan yang diakibatkan oleh satwa liar kepada tanaman.
-     Kehilangan produksi petemakan dan produksi susu sapi, meliputi: Berkurangnya produktivitas lahan petemakan, b) Berkurangnya cadangan temak, c) Berkurangnya/pembatasan tanah-tanah publik untuk padang rumput, d) Mahalnya/ketidaktersediaan pakan temak, e) Tingginya angka kematian temak, g) Bertambahnya predator, h) Kebakaran dalam daerah petemakan.
-           Kehilangan produksi kayu, meliputi: a) Kebakaran hutan, b) Penyakit pada pepohonan, c) Berkembangnya serangga, d) Penurunan produksi lahan hutan.
-           Kehilangan produksi perikanan air tawar, meliputi a) Rusaknya habitat ikan air tawar, b) Kehilangan ikan-ikan kecil karena berkurangnya aliran.
-           Menurunnya pertumbuhan ekonomi nasional, menjadi hambatan dari perkembangan ekonomi.
-           Kehilangan pendapatan untuk petani dan usaha-usaha lainnya yang terkena dampak.
-           Kehilangan dari usaha-usaha pariwisata.
-           Kehilangan pada produser dan penjual peralatan pariwisata.
-    Bertambahnya kebutuhan energi dan pengurangan pasokan energi kama pengurangan pembangkit listrik yang terkait dengan kekeringan.
-           Biaya pengganti energi listrik tenaga air yang lebih mahal yang berasal dari energi minyak untuk industri dan pelanggan.
3.  Komponen Lingkungan
-           Kerusakan pada spesies binatang, meliputi: a) Habitat satwa liar, b) Berkurangnya pakan dan air minum, c) Penyakit, d) Bertambahnya kerentanan atas predator (dari spesies yang berkosentrasi di sekitar air).
-           Erosi tanah yang berasal dari air dan angin.
-           Kerusakan pada spesies ikan air tawar.
-           Kerusakan pada spesies tumbuhan.
-           Dampak atas kualitas air (meningkatnva kadar salinitas air).
-           Dampaknya atas kualitas udara (debu, polutan).
-           Kualitas visual dan landscape/panorama (debu,tumbuhan penutup).

Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
Penanggulangan kekeringan disusun dan dirancang berdasarkan kepada hasil peramalan dan monitoring, hasil dan penilaian kemungkinan dampak atau besar dampak, ketersediaan dana dan teknologi antisipasi, mitigasi, dan pemulihan, kesiapan kelembagaan dan SDM. Adapun upaya mitigasi dan pengurangan bencana yang dapat dilakukan diantaranya :
1.     Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan pengiriman data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.
2.     Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala, prioritas penggunaan air dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3.     Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4.     Penyediaan sarana komunikasi khusus antar Pokja/Posko Daerah dan Pokja/Posko Pusat.
5.     Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
6.     Penyiapan dana, sarana dan prasarana (termasuk system distribusinya) untuk pelaksanaan program antisipatif  dan mitigasi dampak kekeringan yang tidak terikat dengan sistem tahun anggaran sehingga langkah operasional dapat dilakukan tepat waktu.
7.     Penyusunan sistem penilaian wilayah rawan dan potensi dampak kekeringan yang terkomputerisasi sampai tingkat desa.
8.     Penyusunan peta rawan kekeringan di indonesia.
9.     Penentuan teknologi antisipatif (pembuatan embung, teknologi pemanenan hujan, penyesuaian pola tanam dan teknologi budidaya dll) dan sistem pengaliran air irigasi yang disesuaikan dengan hasil prakiraan iklim.
10.  Peningkatan kemampuan tenaga lokal dalam melokalisasikan prakiraan iklim yang bersifat global.
11.  Pengembangan sister reward dan punishment bagi masyarakat yang melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air dan lahan.

0 komentar:

Post a Comment

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design