Mar 11, 2012

Karakteristik Bencana Tanah Lonsor dan Penangulangannya

Pengertian

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan masa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanan atau batuan penyusun lereng tersebut.Ada 6 Jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

  1. Longsoran Translasi, Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
  2. Longsoran Rotasi, Longsoran Rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
  3. Pergerakan Blok , Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata, longsoran ini disebut     juga longsoran translasi blok batu.
  4. Runtuhan Batu, Runtunan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjadi hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
  5. Rayapan Tanah,     Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau miring ke bawah.
  6. Aliran Bahan Rombakan, jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
Penyebab
Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng. Penyebab longsoran dapat dibedakan menjadi penyebab yang berupa a) Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng, dan b) Proses pemicu longsoran.
Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (terutama kemiringan lereng), kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun suatu lereng rentan atau berpotensi untuk longsor, karena kondisi kemiringan lereng, batuan/tanah dan tata airnya, namun lereng tersebut belum akan longsor atau terganggu kestabilannya tanpa dipicu oleh proses pemicu. 
Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng adalah:
  1. Penggundulan hutan, tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
  2. Batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
  3. Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng cukup tinggi memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan, Selain itu tanah ini sangat rentan tehadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
  4. Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.
  5. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.
  6. Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
Proses pemicu longsoran dapat berupa:

  1. Peningkatan kandungan air dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggangkan ikatan antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longsor. Peningkatan kandungan air ini sering disebabkan oleh meresapnya air hujan, air kolam/selokan yang bocor atau air sawah ke dalam lereng.
  2. Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian, getaran alat/kendaraan. Gempabumi pada tanah pasir dengan kandungan sering mengakibatkan liquefaction (tanah kehilangan kekuatan geser dan daya dukung, yang diiringi dengan penggenangan tanah oleh air dari bawah tanah).
  3. Peningkatan beban yang melampau daya dukung tanah atau kuat geser tanah. Beban yang berlebihan ini dapat berupa beban bangunan ataupun pohon-pohon yang terlalu rimbun dan rapat yang ditanam pada lereng lebih curam dari 40 derajat.
  4. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.
  5. Akibat susutnya muka air yang cepat di danau/waduk dapat menurunkan gaya penahan lereng, sehingga mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
Mekanisme Perusakan
Gerakan tanah atau tanah longsor merusakkan jalan, pipa dan kabel baik akibat gerakan di bawannya atau karena penimbunan material hasil longsoran. Gerakan tanah yang berjalan lambat menyebabkan penggelembungan (tilting) dan bangunan tidak dapat digunakan. Rekahan pada tanah menyebabkan fondasi bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas lainnya didalam tanah. Runtuhan lereng yang tiba tiba dapat menyeret permukiman turun jauh di bawah lereng. Runtuhan batuan (rockfolls) yang berupa luncuran batuan dapat menerjang bangunan bangunan atau permukiman di bawahnya. Aliran butiran (debris flow) dalam tanah yang lebih lunak, menyebabkan aliran lumpur yang dapat mengubur bangunan permukiman, menutup aliran sungai sehingga menyebabkan banjir, dan menutup jalan. Liquefaction adalah proses terpisahnya air didalam pori-pori tanah akibat getaran sehingga tanah kehilangan daya dukung terhadap bangunan yang ada diatasnya sebagai akibatnya bangunan akas amblas atau terjungkal.

Kajian Bahaya

  1. Identifikasi morfologi dan endapan-endapan longsor masa lalu dengan metoda geologi teknik/geoteknik, untuk memperhitungkan kemungkinan kejadian longsor kembali yang mengancam pemukiman atau prasarana penting.
  2. Identifikasi  factor pengontrol yang dominan mengganggu kestabilan lereng, serta kemungkinan faktor pemicu seperti gempa bumi, badai/hujan deras, dan sebagainya.
  3. Pemetaan topografi untuk mengetahui tingkat kelerengan.
  4. Pemetaan geologi untuk mengetahui stratigrafi lereng, mengetahui jenis tanah dan batuan penyusun lereng dan sifat keteknikannya, serta mengetahui sebaran tanah/batuan tersebut.
  5. Pemetaan geohidrologi untuk mengetahui kondisi air tanah.
  6. Pemetaan tingkat kerentanan gerakan massa tanah/longsoran dengan cara mengkombinasikan atau menampalkan hasil penyelidikan di point 1) dan 2), serta hasil pemetaan di point 3), 4) dan 5).
  7. Identifikasi pemanfaatan lahan yang berupa daerah tanah urugan, timbunan sampah atau tanah.
  8. Antisipasi bahaya longsor susulan pada endapan longsoran yang baru terjadi.
Gejala dan Peringatan dini
  1. Muncul retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada konstruksi bangunan, yang biasa terjadi setelah hujan.
  2. Terjadi penggembungan pada lereng atau pada tembok penahan.
  3. Tiba-tiba pintu atau jendela rumah dibuka, kemungkinan akibat deformasi bangungan yang terdorong oleh massa tanah yang bergerak.
  4. Tiba-tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng.
  5. Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata air, air tersebut tiba-tiba menjadi keruh bercampur lumpur.
  6. Pohon-pohon atau tiang-tiang miring searah kemiringan lereng.
  7. Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas lereng.
  8. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadak dari atas lereng.
Parameter
  1. Volume material yang bergerak/longsor (m3).
  2. Luas daeran yang terkubur (m2).
  3. Kecepatan gerakan (cm/hari, m/jam).
  4. Ukuran bongkah batuan (diameter, berat, volume).
  5. Jenis dan intensitas kerusakan (rumah).
  6. Jumlah korban (jiwa)
Komponen yang Terancam
  1. Permukiman yang dibangun pada lereng yang terjal dan tanah yang lunak, atau dekat tebing sungai.
  2. Permukiman yang dibangun di bawah lereng yang terjal.
  3. Permukiman yang dibangun di mulut sungai yang berasal dari pegunungan diatasnya (dekat dengan pegunungan/perbukitan), rawan terhadap banjir bandang.
  4. Jalan dan prasarana komunikasi yang melintasi lembah dan perbukitan.
  5. Bangunan tembok.
  6. Bangunan dengan fondasi yang lemah.
  7. Struktur bangunan dengan fondasi tidak  menyatu.
  8. Utilitas bawah tanah, pipa air, pipa gas dan pipa kabel.
Upaya Mitigasi dan Pengurangan Bencana
  1. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.
  2. Mengurangi keterjalan lereng.
  3. Meningkatkan/memperbaiki    dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
  4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
  5. Terasering dengan System drainase yang tepat (drainase pada teras-teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalarm tanah).
  6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman-tanaman yang lebin pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
  7. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas ranting-rantingnya/ cabang-­cabangnya atau dipanen.
  8. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.
  9. Khusus untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
  10. Pengenalan daerah yang rawan longsor.
  11. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
  12. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.
  13. bangunan dengan fondasi yang kuat.
  14. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.
  15. Stabilisasi lereng dengan pembuatan terase dan penghijauan.
  16. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
  17. Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.
  18. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquifoction.
  19. Pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (differential settiement).
  20. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.
  21. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan.

4 komentar:

Unknown said...

makasih banyak isi blognya pas banget

Unknown said...

Makasih ....informasinya menurut saya sudah membantu...

Unknown said...

terimakasih sensei, blog nya pas di hati hhe

Ramdani said...

Thanks you

Post a Comment

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design