Mengikuti perkembangan dinamika partai politik di Indonesia sebenarnya mengasyikkan juga. Setidaknya ini menjadi refleksi untuk kita sebagai masyarakat umum, bagaimana kita harus menjalin hubungan baik dengan orang lain atau, bagaimana kita memperlakukan aset-aset kita. Melalui berbagai media, kita mengetahui ada beberapa parpol yang sedang berkutat dengan konflik internal. Ada yang kadernya dipecat padahal kader tersebut sedang duduk dalam posisi penting, lalu masuk ke pengadilan dan pengadilan memutuskan pemecatan kader tersebut tidah sah. Ada parpol yang mengalami dualisme kepengurusan, dan masing-masing mengaku paling sah, masuk pengadilan lagi, pengadilan memutuskan memutuskan lagi dan hasilnya ada yang dianggap sah dan satunya dianggap tidak sah.
Baru-baru ini ada parpol yang berhasil melewati masa-masa dualisme kepengurusan melalui penyelenggaraan munaslub. Musyawarah Nasional Luar Biasa. Berbagai dinamika muncul dalam ajatan besar tersebut, ada manuver calon, wuwuran (dalam kebiasaan masyarakat Jawa Tengah, kl ada pemilihan kades, ada istilah wuwuran atau nyebar duwit), tawuran antar kader, dan ini yang melegakan, terpilihnya ketua baru secara demokratis setelah melalui beberapa tahapan pemilihan.
Ada yang mengganjal dalam benak saya, Keta terpilih adalah mantan petinggi legislatif yang terpaksa lengser karena kasih etika mencatut nama kepala negara. Kok bisa terpilih ya? inilah keasyikan berbicara parpol di Indonesia. Pemilih nampaknya sudah tidak peduli dengan status calon, yang penting cocok. Cocok karena pertimbangan apa, hanya diantara mereka yang tahu.
Tidak aneh, kalau dalam beberapa kegiatan pilkada ada calon mantan terpidana tetap percaya diri maju dalam bursa pencalonan tersebut, dan ajaibnya masih banyak yang memilih. Betapa, masyarakat kita ini sangat pemaaf, dan cepat melupakan kejatahan yang telah dilakukan, sehingga jejak rekam calon yang mantan terpidana tidak dipedulikan.
Secara sederhana saya punya prediksi terhadap kontestan pilkada atau pilihan legislatif yang berasal dari unsur mantan terpidana, khususnya terpidana korupsi. Seandainya mereka berhasil menang, apa yang akan terjadi? Terpidana korupsi tentu akan belajar bagaimana agar mereka tidak masuk penjara untuk kedua kali, maka kali ini mereka akan lebih hati-hati, termasuk lebih jeli membaca peraturan yang ada, dan lebih peka melihat celah-celah korupsi. Dia bisa berpikir, masuknya dia kepenjara karena ceroboh, tidak hati-hati. Maka kali ini dia harus lebih waspada supaya korupsi yang dilakukan bisa lebih aman, karena telah belajar Faktanya, para terpidana korupsi rata-rata menyatakan tidak bersalah.
Mungkin juga, Kali ini dia datang untuk menebus rasa bersalah, dan kali ini dia bertekad betul-betul mengabdi untuk sebagai upaya menghapus dosa-dosa masa lalunya. Entahlah... Itulah dinamika yang bisa kita alai
May 17, 2016
Dinamika Parpol dan Perilaku Pemilih
3:41 PM
Muh. Sholeh
0 komentar:
Post a Comment