akarta - Seorang wanita berkimono, duduk bersimpuh di
depan pintu. Melihat tamu berdatangan, dia langsung membungkukkan
badannya seolah memberi hormat. Tamu-tamu kemudian dipersilakan masuk ke
dalam sebuah ruangan beralaskan tatami.
Di dalam ruangan, para tamu diminta duduk melingkar mengelilingi sejumlah peralatan minum teh. Setelah tamu duduk rapi bersimpuh, seorang wanita lain berparas cantik keluar dari balik fusuma (pintu geser). Upacara minum teh ala bangsawan Jepang pun siap dimulai.
Upacara minum teh ini dikenal di Jepang pada abad ke-15 dan 16, setelah seorang biksu yang baru pulang dari China, membawa konsep baru bagaimana mengonsumsi ocha. Biksu tersebut membuat ocha menjadi bubuk, untuk kemudian ditaruh di sebuah mangkuk, ditambahkan air panas, lalu diaduk dengan teknik tertentu untuk menghasilkan rasa ocha yang pas.
Ocha dalam bentuk bubuk ini disebut matcha. Awalnya sang biksu menyiapkan matcha hanya untuk ritual keagamaan. Namun dalam perkembangannya, raja, bangsawan dan samurai menganggap teh sebagai simbol status dan kemewahan. Sejak masa itulah upacara minum teh yang menyajikan matcha berkembang.
Upacara minum teh kini menjadi salah satu aktivitas wisata yang bisa dinikmati di sejumlah kota di Jepang, salah satunya Kyoto. Upacara ini bukan hanya sekadar menikmati matcha hangat, tapi ada beberapa filosofi mengenai masyarakat Jepang yang bisa Anda pelajari.
Upacara minum teh dimulai setelah seluruh tamu duduk bersimpuh mengelilingi seorang otemaesan (penyaji ocha). Seorang sensei (guru penyaji teh) kemudian akan menerangkan apa saja tata cara upacara minum teh ini. Untuk menjadi sensei tidak bisa sembarang orang. Dia harus memiliki ilmu yang sebelumnya sudah dipelajari secara khusus. Ilmu upacara minum teh itu sendiri ada berbagai aliran. Salah satu yang cukup populer adalah Urasenke dan diperkenalkan oleh master teh Sen no Rikyu.
Dalam upacara minum teh ala Urasenke, tamu yang sudah dalam posisi duduk bersimpuh di atas tatami terlebih dahulu diminta melepaskan jam tangannya. Aturan ini mengandung filosofi bahwa Anda menghargai kebersamaan saat melakukan upacara minum teh tersebut.
Setelah semua tamu siap, dari balik pintu geser akan keluar seorang Ohakobi, penyaji teh dan kue. Ohakobi sama seperti sensei dan otemaesan, mengenakan pakaian tradisional Jepang, Yukata. Ada aturan yang harus dilakukan ketika Ohakobi datang membawa kue. Dia biasanya akan membungkukkan badannya kepada tamu, seolah memberi hormat. Untuk menghargainya, tamu pun harus membungkukkan badan, sambil mengucapkan terimakasih.
Setelah kue disajikan, tamu harus segera memakannya. Otemaesan tidak akan mulai beraksi menyajikan matcha, jika kue belum habis. Sesuai filosofi, kue tersebut memang dibuat sebagai pelengkap upacara. Kue juga biasanya memiliki hiasan dan warna tersendiri sesuai musim saat itu. Pada musim semi, kue bisa dibuat berbentuk bunga sakura yang banyak bermekaran di musim tersebut.
Usai semua tamu selesai makan kue, otemaesan menyiapkan matcha dengan terlebih dahulu membersihkan semua peralatan kerjanya dengan sehelai sapu tangan bernama fukusha. "Peralatannya sebenarnya sudah bersih. Proses dengan fukusha ini dilakukan lagi maksudnya untuk mensucikan," ujar Motoko Higashi, seorang sensei yang menguasai aliran Urasenke. Motoko ditemui dalam upacara minum teh yang digelar di CHA Research Center, Kizufawa, Kyoto, Rabu (4/7/2012).
Berbagai peralatan penyajian teh yang dibersihkannya dengan fukusha di antaranya, cawan tempat teh disajikan, chashaku (sendok kecil untuk mengambil matcha), dan chasen (alat pengaduk matcha). Setelah semua peralatan dibersihkan, penyaji matcha akan mengambil air panas dari kuali. Untuk menghasilkan matcha yang pas, penyaji harus mengaduk dengan cepat matcha tersebut dengan chasen.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengaduk matcha tersebut hingga keluar buih yang artinya siap disajikan. Cawan berisi matcha kemudian diberikan ke tamu oleh ohakobi. Sama seperti ketika dibawakan kue, tamu dan ohakobi juga harus saling membungkukkan badan sebagai tanda saling menghargai serta berterimakasih.
Yang juga perlu diperhatikan ketika akan meminum matcha tersebut. Biasanya cawan memiliki sejumlah hiasan cantik di sekelilingnya. Saat disajikan, cawan akan diberikan dengan hiasan tercantiknya mengarah ke tamu. Hal itu dilakukan karena artinya Anda dihargai. Oleh karena itulah sebagai bentuk penghormatan, tamu harus memutar cawan tersebut dua kali untuk menghindari minum dari arah cawan dengan hiasan cantik.
Langkah-langkah dalam upacara minum teh ini memang terkesan rumit. Hal itu karena ada banyak filosofi yang terkandung dalam aturan tersebut. Inti dari seluruh filosofi ini seperti yang ditulis sang master teh Sen no Rikyu adalah bagaimana Anda dan sesama manusia saling menghargai, menjaga keharmonisan, kesucian dan kedamaian.
Di dalam ruangan, para tamu diminta duduk melingkar mengelilingi sejumlah peralatan minum teh. Setelah tamu duduk rapi bersimpuh, seorang wanita lain berparas cantik keluar dari balik fusuma (pintu geser). Upacara minum teh ala bangsawan Jepang pun siap dimulai.
Upacara minum teh ini dikenal di Jepang pada abad ke-15 dan 16, setelah seorang biksu yang baru pulang dari China, membawa konsep baru bagaimana mengonsumsi ocha. Biksu tersebut membuat ocha menjadi bubuk, untuk kemudian ditaruh di sebuah mangkuk, ditambahkan air panas, lalu diaduk dengan teknik tertentu untuk menghasilkan rasa ocha yang pas.
Ocha dalam bentuk bubuk ini disebut matcha. Awalnya sang biksu menyiapkan matcha hanya untuk ritual keagamaan. Namun dalam perkembangannya, raja, bangsawan dan samurai menganggap teh sebagai simbol status dan kemewahan. Sejak masa itulah upacara minum teh yang menyajikan matcha berkembang.
Upacara minum teh kini menjadi salah satu aktivitas wisata yang bisa dinikmati di sejumlah kota di Jepang, salah satunya Kyoto. Upacara ini bukan hanya sekadar menikmati matcha hangat, tapi ada beberapa filosofi mengenai masyarakat Jepang yang bisa Anda pelajari.
Upacara minum teh dimulai setelah seluruh tamu duduk bersimpuh mengelilingi seorang otemaesan (penyaji ocha). Seorang sensei (guru penyaji teh) kemudian akan menerangkan apa saja tata cara upacara minum teh ini. Untuk menjadi sensei tidak bisa sembarang orang. Dia harus memiliki ilmu yang sebelumnya sudah dipelajari secara khusus. Ilmu upacara minum teh itu sendiri ada berbagai aliran. Salah satu yang cukup populer adalah Urasenke dan diperkenalkan oleh master teh Sen no Rikyu.
Dalam upacara minum teh ala Urasenke, tamu yang sudah dalam posisi duduk bersimpuh di atas tatami terlebih dahulu diminta melepaskan jam tangannya. Aturan ini mengandung filosofi bahwa Anda menghargai kebersamaan saat melakukan upacara minum teh tersebut.
Setelah semua tamu siap, dari balik pintu geser akan keluar seorang Ohakobi, penyaji teh dan kue. Ohakobi sama seperti sensei dan otemaesan, mengenakan pakaian tradisional Jepang, Yukata. Ada aturan yang harus dilakukan ketika Ohakobi datang membawa kue. Dia biasanya akan membungkukkan badannya kepada tamu, seolah memberi hormat. Untuk menghargainya, tamu pun harus membungkukkan badan, sambil mengucapkan terimakasih.
Setelah kue disajikan, tamu harus segera memakannya. Otemaesan tidak akan mulai beraksi menyajikan matcha, jika kue belum habis. Sesuai filosofi, kue tersebut memang dibuat sebagai pelengkap upacara. Kue juga biasanya memiliki hiasan dan warna tersendiri sesuai musim saat itu. Pada musim semi, kue bisa dibuat berbentuk bunga sakura yang banyak bermekaran di musim tersebut.
Usai semua tamu selesai makan kue, otemaesan menyiapkan matcha dengan terlebih dahulu membersihkan semua peralatan kerjanya dengan sehelai sapu tangan bernama fukusha. "Peralatannya sebenarnya sudah bersih. Proses dengan fukusha ini dilakukan lagi maksudnya untuk mensucikan," ujar Motoko Higashi, seorang sensei yang menguasai aliran Urasenke. Motoko ditemui dalam upacara minum teh yang digelar di CHA Research Center, Kizufawa, Kyoto, Rabu (4/7/2012).
Berbagai peralatan penyajian teh yang dibersihkannya dengan fukusha di antaranya, cawan tempat teh disajikan, chashaku (sendok kecil untuk mengambil matcha), dan chasen (alat pengaduk matcha). Setelah semua peralatan dibersihkan, penyaji matcha akan mengambil air panas dari kuali. Untuk menghasilkan matcha yang pas, penyaji harus mengaduk dengan cepat matcha tersebut dengan chasen.
Hanya butuh beberapa detik untuk mengaduk matcha tersebut hingga keluar buih yang artinya siap disajikan. Cawan berisi matcha kemudian diberikan ke tamu oleh ohakobi. Sama seperti ketika dibawakan kue, tamu dan ohakobi juga harus saling membungkukkan badan sebagai tanda saling menghargai serta berterimakasih.
Yang juga perlu diperhatikan ketika akan meminum matcha tersebut. Biasanya cawan memiliki sejumlah hiasan cantik di sekelilingnya. Saat disajikan, cawan akan diberikan dengan hiasan tercantiknya mengarah ke tamu. Hal itu dilakukan karena artinya Anda dihargai. Oleh karena itulah sebagai bentuk penghormatan, tamu harus memutar cawan tersebut dua kali untuk menghindari minum dari arah cawan dengan hiasan cantik.
Langkah-langkah dalam upacara minum teh ini memang terkesan rumit. Hal itu karena ada banyak filosofi yang terkandung dalam aturan tersebut. Inti dari seluruh filosofi ini seperti yang ditulis sang master teh Sen no Rikyu adalah bagaimana Anda dan sesama manusia saling menghargai, menjaga keharmonisan, kesucian dan kedamaian.