Dinginnnya pagi membuat semua orang tetap ingin berada di
bawah selimutnya masing masing. Namun Adi W. Taroepratjeka sudah siap
bergelut dengan aktivitasnya untuk berangkat ke Stasiun Gambir. Walaupun
hari masih pagi, stasiun sudah menunjukkan berbagai aktivitas.
Pengunjung
antri membeli tiket, para portir terlihat berlalu lalang membawa koper
hingga kereta. Adi W. Taroepratjeka sang ahli barista pun tiba di
Stasiun Gambir dan siap menuju kursi duduknya.
Dalam perjalanan
di kereta, terlihat seorang pegawai restorasi sedang menyiapkan dan
menyeduh kopi hangat kopi untuk para penumpang. Begitu Adi W.
menghempaskan badan di kursi, seorang pramugara dengan sigap menghampiri
dan menyuguhkan secangkir semangat.
Perjalanan menelusuri
keunikan kopi-kopi di Jawa Barat siap dimulai. Sebenarnya kabupaten
Bandung dikenal sebagai salah satu lumbung teh terbesar Indonesia selama
berpuluh-puluh tahun, namun ternyata sejak zaman pendudukan Belanda
dulu, juga merupakan salah satu sentra kopi di Indonesia.
Tahun 1830, Gubernur Hindia Belanda menerapkan kebijakan tanam paksa atau culturstelsel sebagai pengganti biaya pajak tanah.
Namun
sebenarnya jauh sebelum culturstelsel diterapkan, Belanda telah
memberlakukan sistem preanger stelsel pada tahun 1720 di mana produk
yang diwajibkan untuk ditanam adalah kopi. Preangerstelsel inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal culturstelsel.
Harga kopi di pasaran
dunia yang menggiurkan menjadi salah satu alasan mengapa kemudian
pemerintah Belanda memaksa para petani di Jawa Barat untuk menanam kopi.
Para petani pasundan pun melakukan perlawanan yang berujung pada
pencabutan sistem tanam paksa cultur setelsel pada tahan 1870.
Tanam paksa berakhir, para petani pun mengganti tanaman kopi mereka dengan sayur mayur, padi dan palawija.
Adi
W. Taroepratjeka mencoba menggali lebih jauh mengetahui kopi dari bumi
Pasundan. Karena rupanya ada petani di Lembang Bandung Utara dan
Pangalengan Bandung Selatan yang kini mulai giat membudidayakan kopi.
Jun 8, 2012
Menelusuri Jejak Kopi di Indonesia
3:46 AM
Muh. Sholeh
0 komentar:
Post a Comment