Feb 1, 2012

MANAJEMEN BENCANA BERBASIS INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MEWUJUDKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG HARMONIS DENGAN ALAM DI INDONESIA

Oleh:
Prof.Dr. Suratman Worosuprojo M.Sc
(Ketua Umum IGI, Dekan Fakultas Geografi UGM)

Assalamualaikum Wr. Wb.
Kodrat Geografis Indonesia
 Indonesia memiliki kodrat geografis sebagai Negara kepulauan/maritim, beriklim tropik, dengan keberagaman ekosistem, sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya, bahasa, suku, agama, dan bencana (multihazard). Kodrat geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan modal dasar dalam pembangunan Nasional untuk mewujudkan tata kehidupan masyarakat sejahtera, damai, aman, bahagia secara berkelanjutan. Keberagaman potensi dan masalah yang harus dikelola oleh pemerintah bersama masyarakat dan para stakeholder tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor geografis seperti geologis, geomorfologis, iklim, hidrologis, tanah, penutup lahan serta aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
Berbasis analisis geografis dapat dipahami bahwa dibalik potensi alam di Indonesia yang kaya dan subur, tersimpan pula risiko bencana alam dan konflik sosial. Pengelolaan sumber daya alam selalu terkait dengan perubahan ekosistem dan dampak negatifnya pada sosial, ekonomi, keamanan, dan kesehatan. Dengan demikian, konsep pengelolaan sumber daya harus berwawasan lingkungan serta berbasis kearifan lokal agar kerusakan lingkungan dan bencana dapat terkendali. Beberapa kesalahan dalam pengelolaan pembangunan di Indonesia berdampak pada kerusakan lingkungan dan bencana alam. Bencana alam akibat penambangan, pembalakan hutan, permukiman di kawasan lindung, dan kegiatan lainnya telah menyebabkan terjadinya bencana banjir, longsor, kebakaran hutan, bencana lumpur dan kekeringan. Bencana alam lainnya seperti tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, puting beliung membuktikan bahwa Indonesia Negara multihazard yang harus disikapi dan diwaspadai. Negara Indonesia yang memiliki aspek geosfer yang amat kompleks memerlukan informasi spasial potensi dan masalah sumber daya dalam berbagai skala dan waktu.

Masalah Bencana di Indonesia
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UURI 24/2007 pasal 1 butir 1). Bencana dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor penyebabnya: (1) Faktor Alam, contoh gempa bumi, tsunami, banjir, erupsi gunung api, longsor, angin ribut, hama, wabah penyakit, kejadian antariksa. (2) Faktor Nonalam, contoh kebakaran hutan/lahan, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, pencemaran lingungan. (3) Faktor Manusia, contoh kerusuhan sosial, konflik terror, dll. Bencana yang ada di Indonesia sangat kompleks dan hampir semua jenis bencana tejadi dengan intensitas dan sebaran yang bervariasi. Akibat bencana alam yang terjadi meliputi: a) kerusakan fisik dan lingkungan, b) korban jiwa dan harta, c) kerusakan sumberdaya alam, d) masalah ekonomi dan sosial, e) keresahan dan keamanan, f) stress/sakit jiwa, g) kerusakan infrastruktur wilayah.

Manajemen Bencana Berbasis Informasi Geografi
Berdasarkan besarnya potensi bencana yang dapat terjadi, maka sangat diperlukan rencana strategis dan komprehensif untuk penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Pembagian fase manajemen bencana mencakup 6 fase yaitu: (1) Fase Mitigasi (mitigation), (2) Fase Kesiapsiagaan (preparedness); termasuk peringatan dini. (3) Fase Tanggap darurat (response), pertolongan (relief), (4) Rehabilitasi pemulihan/recovery), (5) Rekonstruksi (pembangunan/development), (6) Fase Pencegahan.

Mitigasi bencana dapat dibedakan menjadi 2 pendekatan yakni:
1.      Mitigasi Struktural (pembangunan fisik) yang terdiri dari: a) Penataan Ruang: konservasi hutan mangrove, hutan pantai, terumbu karang, gumuk pasir, b) Pembangunan Infrastruktur: pembangunan rumah aman gempa, tanggul laut, pemecah gelombang talud tebing, rumah panggung, dll,
2.      Mitigasi nonstruktural (penyadaran & peningkatan kemampuan masyarakat) yang terdiri dari: a) Pendidikan dan pelatihan, (b) Penyuluhan/sosialisasi, (c) Simulasi/gladi lapangan.

Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.
1.    Tahap sebelum kejadian ( Pra-bencana); terdiri dari kewaspadaan dan kesiapsiagaan: a. Pembacaan tanda-tanda alam; dengan cara: - Dengan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), contoh 1) pemetaan bencana, 2) sistem deteksi, 3) sistem peringatan dini, dan 4) sistem informasi kilat. - Secara Alamiah, contoh mengenali: 1) perubahan suhu,2) embusan angin, 3) sifat gelombang, 4) perilaku hewan, dan tanda-tanda lain. b. Persiapan fisik dan mental - Antisipasi Prasarana Fisik, contoh pembuatan jalur pengungsian, penyediaan tempat pengungsian, sistem trans & evakuasi, penyediaan air bersih (MCK), penyediaan makanan & obat, penyediaan tenda, tandu, tikar, dll - Sosialisasi Penanggulangan Bencana; contohnya 1) kenal dan sadar bencana, 2) penggalangan komitmen, 3) perencanaan penanggulangan, 4) penyuluhan pelatihan gladi lapangan.

2.    Tahap saat kejadian (saat bencana): kesigapan tanggap darurat. Terdiri dari a) Penyelamatan diri dan b) Bertahan hidup (survival).
3.    Tahap Setelah kejadian ( Pasca bencana); semangat dan kegigihan
a. Perbaikan (rehabilitasi), mencakup 2 hal: (- Rehabilitasi Orang (korban), contoh: 1) mental/kejiwaan, 2) fisik/kesehatan, 3) kegiatan keseharian, 4) mobilitas social), (- Rehabilitasi Fasilitas Fisik, contoh: 1) hunian sementara, 2) sanitasi, 3) fasilitas keseharian, 4) prasarana mobilitas. b. Pembangunan kembali (rekonstruksi), mencakup 2 hal: - Rekonstruksi Fisik; contoh 1) rumah & lingkungan, 2) prasarana transport, 3) prasarana ekonomi, 4) prasaran pendidikan, 5) prasarana ibadah - Rekonstruksi Non-fisik; contoh 1) tekad, 2) semangat, 3) keuletan, 4) kegigihan,5) kebersamaan.
Macam informasi bencana yang diperlukan dalam manajemen bencana adalah: a) kerawanan (susceptibility), b) bahaya (hazard), c) bencana (disaster), d) risiko (risk), e) tata ruang berbasis bencana, f) infrastruktur pendukung evakuasi, g) sosialisasi dan pelatihan. Informasi bencana dapat diperoleh dengan pemanfaatan Penginderaan Jauh dan GIS Pendekatan survei dapat diterapkan untuk menyusun peta informasi bencana seperti: a) Ramalan Hidrologi/Iklim (banjir, kekeringan, angin ribut, gelombang pasang, kebakaran hutan), b) Ramalan Geomorfologi/Geologi (tanah longsor, gempa bumi, tsunami, letusan).
Pendekatan Triple C (Cartography, Communication, Community) telah berhasil diterapkan dalam manajemen bencana gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006.

Geograf Penggerak Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana.
Berdasarkan fakta masalah kehidupan dan lingkungan, yang dihadapi oleh berbagai wilayah Negara di dunia, maka disepakati untuk melaksanakan program MDGs (Millennium Development Goals). Masalah global warming, pertumbuhan penduduk dunia, kemiskinan, pengangguran, kesehatan, kerusakan lingkungan dan bencana merupakan agenda yang penting bagi geograf. Solusi cerdas untuk menyukseskan program MDGs terkait dengan bidang geografi adalah mengembangkan model transfer ilmu pengetahuan melalui wadah Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) dan SWALIBA (Sekolah Berwawasan Lingkungan dan Mitigasi Bencana). Dalam kurikulum nasional materi kajian geografi mencakup aspek geosfer, hubungan manusia dengan alam, lingkungan dan mitigasi bencana, Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Objek kajian geografi perlu diimplementasikan di sekolah dan Perguruan Tinggi sebagai upaya mewujudkan manusia yang berkarakter cinta wilayah, tanah air, mampu melestarikan lingkungan dan mereduksi risiko bencana.
Manajemen KLMB dan SWALIBA mempunyai visi terwujudnya pendidikan unggul bidang lingkungan dan bencana untuk kehidupan yang sejahtera. Strategi memasyarakatkan informasi dan pengetahuan tentang bencana, lingkungan, tata ruang, peta kebencanaan, kelembagaan dan manjemen bencana dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, pelatihan, seminar/ workshop yang difasilitasi oleh guru/dosen, siswa, dan mahasiswa. Organisasi geografi seperti IGI, MGMP Geografi, IMAHAGI, dan organisasi lainnya mempunyai tanggung-jawab dalam penyelamatan kehidupan di muka bumi dari berbagai ancaman termasuk bencana.
Belajar dari bencana gempa dan tsunami di Aceh, Yogyakarta, Padang, dan luar negeri; bencana gunung api Merapi, Krakatau, Bromo, Gamalama; bencana banjir, longsor, puting beliung di beberapa wilayah di Indonesia, maka peran geograf untuk bekerjasama dalam pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat sangat diperlukan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Penyusunan Atlas lingkungan dan bencana di seluruh wilayah di Indonesia dapat membantu pendidikan geografi kebencanaan. Pendidikan geografi kebencanaan di sekolah dan Perguruan Tinggi, program Desa Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana dapat dikembangkan sebagai model manajemen bencana berbasis komunitas. Dengan model manajemen bencana berbasis sekolah dan komunitas, maka informasi geospasial, database spasial pendukung manajemen bencana perlu disusun secara sistematik untuk pelayanan pada masyarakat, khususnya di kawasan bencana.

Menumbuhkan Masyarakat Damai dan Harmonis dengan Alam
Bumi diciptakan oleh Allah SWT untuk kebahagiaan umat manusia di dunia dan akherat dengan cara mengelola dan menjaga sumber-sumber kehidupan secara lestari dan berkelanjutan. Spirit hidup manusia untuk memanfaatkan potensi sumber kehidupan seoptimal mungkin, dengan prinsip pemanfaatan yang lestari. Sejarah kehidupan manusia dibarengi dengan perkembangan budaya, sosial, pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan pengelolaan alam dan lingkungannya. Prinsip hidup harmonis dengan alam telah menjadi urat budaya bangsa Indonesia dimasa lalu. Beberapa nilai Filosofis yang ada seperti “Memayu Hayuning Bawono”, “Gemi, nastiti, ngati-ati”, prinsip Sasi, THK di Bali dan masih banyak nilai kearifan lokal yang amat berharga dalam mewujudkan harmonisasi hidup manusia dengan alamnya.
Pendidikan geografi mempunyai pemaknaan hidup membentuk jiwa yang berkarakter mulia. Geografi sebagai ilmu yang fokus pada objek ruang, wilayah, lingkungan dalam hubunganya dengan kehidupan. Kompetensi pendidikan geografi membentuk manusia cinta wilayah tanah air dan mampu melestarikan hubungan harmonis alam dengan manusia beserta sumber kehidupannya. Kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam serta meningkatnya bencana akibat ulah manusia dan pembangunan di beberapa wilayah di Indonesia dan di dunia, merupakan bukti ketidakharmonisan hubungan manusia dengan alamnya.
Prinsip hidup harmonis dengan alam secara geografis seharusnya manusia dapat memahami karakter dan perilaku alam di mana manusia bertempat tinggal. Teori hidup beradaptasi dan melestarikan lingkungan adalah suatu pilihan yang tepat. Bagaimana manusia hidup daerah yang sering banjir, kering, pasang surut, erupsi dan gempa. Upaya menumbuhkan semangat hidup ramah pada lingkungan dan bencana dapat dilakukan melalui (1) mempelajari informasi spasial kawasan rawan bencana, (2) beradaptasi hidup di kawasan rawan bencana, (3) bila tidak layak huni sebaiknya pindah di tempat yang layak, (4) tanggap bila terjadi bencana, (5) tata ruang dan guna lahan yang berbasis bencana, (6) penguatan sistem manajemen bencana.
Pengetahuan geografi perlu disosialisasikan ke masyarakat melalui pemanfaatan berbagai peta kebencanaan dan aplikasinya. Guru, dosen, siswa mahasiswa geografi dan pakar kebencanaan berkewajiban menumbuh–kembangkan penerapan pengetahuan geografi kebencanaan. Konsep Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) serta SWALIBA sebagai solusi pendidikan formal dan informal dalam membangun masyarakat Indonesia damai, harmonis dengan alam lingkungan dan bencana.

Penutup.
Indonesia berstatus sebagai negara multihazard yang memerlukan pengelolaan khusus dalam tata kehidupan dan pembangunan. Manajemen bencana berbasis informasi geografis, peta, atlas, penginderaan jauh yang berciri spasial-ekologis sangat penting untuk pengurangan risiko bencana. Klinik lingkungan dan mitigasi bencana serta SWALIBA merupakan program cerdas kreatif untuk geograf dapat menumbuhkan kehidupan masyarakat yang harmonis damai dengan alam dan bencana. Model desa binaan klinik lingkungan dan mitigasi bencana dapat dilakukan dengan pendekatan komunitas melalui Triple C (Cartography, Communication, Community).

Wassalamulaikum Wr. Wb.

Catatan
Makalah ini telah disampaikan pada Seminar Nasional SIG dan PJ Fakultas Geografi UMS Tanggal 21 Januari 2012

0 komentar:

Post a Comment

 
Free Host | new york lasik surgery | cpa website design